REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan kondisi yang terjadi terhadap 7,5 juta anak Ukraina sebagai kemarahan moral. Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell mendesak Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengingatkan semua pihak tentang kewajiban hukum untuk melindungi anak-anak dan menghindarkan mereka dari serangan.
Russell mengatakan pada pertemuan DK pada Senin (7/3/2022), bahwa setidaknya 27 anak telah meninggal dan 42 terluka sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. "Banyak lagi yang mengalami trauma parah," katanya.
Dengan meningkatnya konflik, menurut Russell, rumah, sekolah, panti asuhan, dan rumah sakit telah diserang. Ditambah lagi fasilitas air dan sanitasi,yang menyediakan kebutuhan sipil utama pun hancur.
Russell menyatakan keprihatinan mendalam atas keselamatan dan kesejahteraan hampir 100.000 anak, setengah dari mereka penyandang disabilitas, yang tinggal di institusi Ukraina dan sekolah asrama. Dia meminta pihak-pihak untuk menahan diri dari pertempuran di dekat fasilitas tersebut dan menghindari penggunaan senjata peledak di daerah berpenduduk.
Menurut Russell, anak-anak harus dilindungi dari kebrutalan perang. Cerita tentang seorang ibu, dua anaknya, dan seorang teman yang mencoba melarikan diri ke tempat yang aman harus tergeletak mati di jalan setelah terkena mortir. "Itu harus mengejutkan hati nurani dunia," ujarnya.
Untuk anak-anak yang melarikan diri dari Ukraina, Russell menyatakan, UNICEF telah mulai mengoperasikan tempat-tempat aman “Blue Dot” di perlintasan perbatasan. Anak-anak akan menjadi prioritas dan tempat itu akan menyediakan ruang aman satu atap untuk anak-anak dan keluarga.