Sabtu 12 Mar 2022 19:03 WIB

Setelah Facebook, Kini Rusia Blokir Instagram

Ini akan memotong akses komunikasi 80 juta orang di Rusia ke seluruh dunia.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Fuji Pratiwi
Logo Facebook, Whatsapp, dan Instagram. Sepekan setelah memblokir Facebook di Rusia, agen komunikasi Roskomnadzor kembali mengumumkan pemblokiran Instagram.
Foto: EPA-EFE/ANDREJ CUKIC
Logo Facebook, Whatsapp, dan Instagram. Sepekan setelah memblokir Facebook di Rusia, agen komunikasi Roskomnadzor kembali mengumumkan pemblokiran Instagram.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Sepekan setelah memblokir Facebook di Rusia, agen komunikasi Roskomnadzor kembali mengumumkan pemblokiran Instagram. Kali ini, pemerintah mengklaim itu terjadi karena perusahaan induk Meta mengizinkan postingan yang menyerukan kekerasan terhadap tentara Rusia.

Kepala Instagram Adam Mosseri mengatakan dalam cuitannya, keputusan tersebut akan memotong akses komunikasi 80 juta orang di Rusia ke seluruh dunia. Sebab, 80 persen orang di Rusia mengikuti akun Instagram di luar negara mereka.

Baca Juga

"Pesan yang beredar di jejaring sosial Instagram mendorong dan memprovokasi tindakan kekerasan terhadap orang Rusia. Roskomnadzor memutuskan untuk memberlakukan pembatasan akses ke Instagram pukul 00:00 waktu setempat pada 14 Maret dan memberikan pengguna dengan tambahan 48 jam masa transisi," kata agensi.

Dilansir The Verge, Sabtu (12/3/2022), agensi media milik negara Rusia, RIA Novosti, melaporkan pemblokiran tersebut tidak akan berlaku untuk platform WhatsApp yang juga dimiliki oleh Meta. Sebelumnya, pemerintah Rusia mengancam larangan dan menuntut Meta untuk mengkonfirmasi atau membantah informasi yang pertama kali dilaporkan oleh Reuters.

"Sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina, kami untuk sementara waktu mengizinkan bentuk ekspresi politik yang biasanya melanggar aturan seperti pidato kekerasan ‘Matikan penjajah Rusia'. Kami masih tidak akan mengizinkan seruan yang kredibel untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil Rusia," kata Juru Bicara Meta Andy Stone.

Presiden Urusan Global Meta Nick Clegg mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat lalu, kebijakan perusahaan berfokus pada melindungi hak orang untuk berbicara sebagai ekspresi pembelaan diri, bentuk reaksi terhadap invasi militer. Clegg menyebut kebijakan itu hanya akan berlaku di Ukraina. "Kami tidak memiliki pertengkaran dengan orang-orang Rusia. Kami tidak akan mentolerir Russophobia atau segala bentuk diskriminasi, pelecehan, atau kekerasan terhadap orang Rusia di platform kami," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement