REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Saat berusia 12 tahun Aliya Assadi memakai hijab dalam kompetisi karate mewakili Negara Bagian Karnataka. Ia meraih medali emas. Lima tahun kemudian ia mencoba memakainya di sekolah menengah atas. Ia tidak berhasil melewati gerbang sekolah, peraturan baru melarang penutup kepala.
"Ini tidak hanya selembar kain," kata Assadi saat mengunjungi rumah temannya.
Ia memakai niqab atau cadar yang menutupi seluruh bagian wajahnya kecuali mata. Assadi memakainya bila keluar rumah. "Hijab adalah identitas saya, dan sekarang apa yang mereka lakukan mengambil identitas saya dari saya," katanya.
Ia salah dari banyak siswi Muslim di Karnataka yang berada di tengah perdebatan tentang larangan hijab di sekolah di negara mayoritas Hindu tapi dengan konstitusi sekuler. Isu ini menjadi titik perdebatan tentang hak muslim di negara itu.
Muslim India khawatir hak-hak mereka terpinggirkan sebagai minoritas dan cemas dengan eskalasi nasionalis Hindu di bawah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi. Pada Selasa (15/3/2022) pengadilan India mempertahankan larangan pemakaian hijab di kelas karena bukan praktek esensial Islam.
Bagi Muslim hijab tidak hanya untuk menjaga kesopanan atau simbol agama tapi juga bagian dari keimanan. Para penentangnya mengatakan hijab simbol penindasan pada perempuan. Pendukungnya membantah dengan mengatakan makna hijab berbeda-beda pada setiap individu, termasuk kebanggaan atas identitas sebagai Muslim.
Perdebatan mengenai hijab ini dimulai pada bulan Januari lalu. Muslim hanya 14 persen dari 1,4 miliar penduduk India. Tapi cukup untuk menjadikannya sebagai populasi muslim terbesar kedua di dunia setelah Indonesia.
Saat itu para pegawai sekolah menengah atau junior college di Kota Udupi, Karnataka, menolak masuk para siswi berhijab. Alasannya karena melanggar tata tertib berbusana.
Larang itu direspons dengan unjuk rasa di depan sekolah, demonstran bersikeras siswi muslim diizinkan memakai selendang di kepala mereka selama di sekolah. Lalu semakin banyak sekolah di Karnataka yang menerapkan peraturan serupa, mendorong ratusan muslimah turun ke jalan.
Para ekstremis Hindu menggelar unjuk rasa tandingan dengan memakai selendang warna kuning kunyit yang diasosiasikan dengan agama mereka dan sering dipakai nasionalis Hindu. Mereka meneriakan "Salam Dewa Ram" ungkapan yang digunakan merayakan dewa sebelum dikooptasi nasionalis Hindu.
Di salah satu kampus seorang siswa Hindu memanjat tiang bendera dan mengibarkan selendang kuning kunyit nasionalis. Teman-temannya memberi semangat dengan menyorakinya dari bawah.
Seorang siswi Muslim bertemu dengan segerombolan pria yang meneriakkan slogan-slogan mereka. Siswi itu membalasnya dengan mengangkat tangan dan mengucapkan takbir "Allahu akbar!"
Demi meredakan ketegangan pemerintah daerah yang dikuasai Partai Bharatiya Janata yang dipimpin Modi, menutup sekolah dan kampus selama tiga hari. Kemudian menerapkan larangan memakai hijab di kelas di seluruh negara bagian.