REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arab Saudi melakukan eksekusi mati massal pada 2022. Hal tersebut menjadi rekor eksekusi terbesar kerajaan. Dari 81 orang yang dieksekusi, terdapat dua Warga Negara Indonesia (WNI).
"Inalilahi wainalilahi rojiun, pada 12 Maret pagi waktu Saudi, otoritas Saudi telah melaksanakan eksekusi mati dua WNI bernama Agus Ahmad (AA) alias Iwan Irawan Empud Arwas dan Nawali Hasan Ihsan (NH) alias Ato Supartobin Data," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha dalam pengarahan media pekanan, Kamis (17/3/2022).
Agus dan Nawali langsung dimakamkan Kamis (17/3/2022) di Saudi sesuai hukum setempat disaksikan Duta Besar RI untuk Saudi. Sebelum eksekusi mati, kedua WNI dipertemukan oleh pihak KBRI Riyadh dan disholatkan usai eksekusi. Pihak Saudi tidak memberikan penjelasan bagaimana cara eksekusi mati dilakukan.
Judha menjelaskan, awalnya pada 2 Juni 2011, AA, NH, dan satu WNI lain bernama Siti Komariah (SK) ditangkap pihak kepolisian Jeddah atas tuduhan membunuh sesama WNI atas nama Fatmah alias Wartinah.
Fatmah ditemukan dalam keadaan meninggal. Pada korban ditemukan tanda-tanda kekerasan fisik dan seksual. AA, NH dan SK kemudian menjalani proses persidangan dengan dakwaan pembunuhan berencana.
"AA dan NH mengakui telah melakukan pembunuhan dengan alasan dendam atas penganiayaan yang dilakukan korban terhadap mantan istri NH," terang Judha.
Setelah melalui rangkaian persidangan, berdasarkan putusan hukum tertanggal 16 Juni 2013, AA dan NH mendapat putusan vonis mati pada persidangan tingkat pertama. Pada 19 Maret 2018, AA dan NH kembali mendapat vonis mati pada persidangan banding. Status vonis tersebut dinyatakan inkracht pada 19 Oktober 2018.
Judha mengatakan, dalam kasus ini, penetapan hukuman mati menjadi lebih kuat karena adanya pengakuan dari kedua terdakwa. Seperti diketahui, hukum di Saudi menempatkan pengakuan terdakwa sebagai bukti kuat di samping bukti lain dan saksi.
"Sedangkan SK diputus hukuman penjara selama 8 tahun dan 800 kali hukuman cambuk," kata Judha.