REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pejabat China memperingatkan bahwa strategi Amerika Serikat dan sekutunya di Indo-Pasifik berpotensi menimbulkan bahaya. Ancaman itu sama dengan ekspansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) ke Eropa timur yang dinilai telah memicu konflik Rusia-Ukraina.
Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng mengatakan sejumlah negara kini menentang terbentuknya strategi Indo-Pasifik itu yang disebutnya memprovokasi kekacauan, membangun kelompok kecil yang tertutup dan eksklusif, mengarahkan kawasan itu terpecah dan terbagi berdasarkan blok-blok. Yucheng mengatakan hal itu saat berbicara dalam Forum Internasional untuk Keamanan dan Strategi yang digelar oleh Tsinghua University, Beijing, akhir pekan lalu.
Jika terbentuk, kata dia, strategi itu akan menimbulkan konsekuensi yang tidak bisa dibayangkan dan mendorong kawasan Asia-Pasifik ke tubir jurang."Strategi Indo-Pasifik sama berbahayanya dengan strategi NATO yang sedang berusaha melakukan ekspansi ke wilayah timur Eropa," katanya seperti dikutip media-media China.
Ia menganggap krisis Ukraina berakar dari mentalitas Perang Dingin dan politik kekuasaan. Yucheng juga mendesak AS untuk mengimplementasikan pernyataan positif dari Presiden Joe Biden saat melakukan pembicaraa dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat (18/3) malam waktu Beijing.
Dalam percakapan jarak jauh itu, Xi mendorong AS dan NATOmenjalin komunikasi dengan Rusia untuk mengatasi krisis di Ukraina. Xi juga menentang sanksi terhadap Rusia yang dianggapnya diskriminatif.
"Sikap China sendiri sudah jelas terhadap Ukraina dan pesan utamanya adalah bahwa China selalu mendorong perdamaian dunia," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi.
AS dan Barat sangat kecewa dengan sikap China yang tidak segera meminta Rusia untuk mengakhiri serangan militerterhadap Ukraina. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China dianggap tidak secara tegas mendukung atau menentang konflik Rusia-Ukraina.
Namun, China menentang sanksi sejumlah negara terhadap Rusia sebagai konsekuensi dari operasi militernya di Ukraina.Bahkan hubungan dagang dan ekonomi China dengan Rusia, juga Ukraina, berlangsung normal hingga saat ini.