REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Kantor Kejaksaan Ukraina pada Sabtu (26/3/2022) mencatat 136 anak-anak tewas akibat perang yang bergejolak 31 hari lamanya. Sementara sebanyak 199 anak terluka.
"Dari total korban tewas, 64 anak telah tewas di wilayah Kiev," kata kantor kejaksaan Ukraina di aplikasi Telegram. "Lebih dari 50 anak telah meninggal di wilayah Donetsk," katanya.
Rusia memulai perangnya pada 24 Februari. Hal itu telah disambut dengan kemarahan internasional, di mana Uni Eropa, AS, dan Inggris menerapkan sanksi keuangan yang keras terhadap Moskow.
Setidaknya 977 warga sipil telah tewas di Ukraina dan 1.594 terluka, menurut perkiraan PBB. Sementara PBB juga memperingatkan bahwa angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Lebih dari 3,6 juta warga Ukraina juga telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, menurut badan pengungsi PBB.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) pada Senin (21/3/2022) mencatat sudah 2.421 warga sipil yang menjadi korban dalam perang di Ukraina. Sebanyak 902 korban jiwa terdiri dari 179 laki-laki, 134 perempuan, 11 anak perempuan dan 25 anak laki-laki. Sebanyak 514 orang dewasa dan 39 anak-anak yang jenis kelaminnya belum diketahui.
Sementara 1.459 korban luka terdiri dari 156 laki-laki, 117 perempuan, 22 anak perempuan, dan 16 anak laki-laki. Sebanyak 1.088 orang dewasa jenis kelaminnya tidak diketahui.
Sebagian besar korban jiwa dan luka diakibatkan ledakan senjata berat yang berdampak di berbagai daerah. Seperti tembakan rudal, serangan udara, arteleri berat, dan sistem peluncur multi-roket.
OHCHR yakin angka sesungguhnya jauh lebih tinggi karena informasi dari lokasi yang dilanda pertempuran intensif terlambat diterima. Daerah-daerah itu antara lain Kota Mariupol, Volnovakha (wilayah Donetsk), Izium (Kharkiv), Sievierodonetsk, Rubizhne (Luhansk), dan Trostianets (Sumy).
Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut serangan terbesar satu negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II itu sebagai "operasi militer khusus" yang bertujuan menghentikan genosida pemerintah Ukraina terhadap pengguna bahasa Rusia. Ukraina dan negara-negara Barat mengatakan tuduhan tersebut tanpa dasar.