REPUBLIKA.CO.ID, SANAA–Organisasi Internasional untuk pengungsi (IOM) meminta masyarakat internasional untuk berbuat lebih banyak untuk mendukung para korban perang di Yaman. Bantuan sangat dibutuhkan terutama bagi 190 ribu pengungsi yang terdampar di negara yang dilanda perang itu.
"Sekitar 190 ribu migran dari Tanduk Afrika sangat membutuhkan bantuan," kata IOM, Badan PBB yang bertanggung jawab atas masalah migrasi dalam sebuah pernyataan dilansir dari The New Arab, Ahad (27/3/2022).
Banyak pengungsi Afrika, terutama dari Ethiopia dan Somalia, terus menyeberangi Yaman yang dilanda perang dalam perjalanan mereka ke negara Teluk, di mana mereka berharap mendapatkan pekerjaan.
Sekitar 35 ribu migran Ethiopia melakukan perjalanan ke Yaman pada 2020 dan 127 ribu pada 2019, sebelum wabah virus corona menekan permintaan tenaga kerja di negara-negara Teluk, menurut IOM.
Perang selama tujuh tahun di Yaman telah membuat empat juta orang kehilangan tempat tinggal, dan dua pertiga warga Yaman kini bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Namun terlepas dari krisis kemanusiaan yang semakin dalam, pendanaan untuk respon kemanusiaan telah mengalami penurunan yang mengkhawatirkan.
Invasi Rusia ke Ukraina juga memperburuk krisis Yaman. Di antaranya pertama karena Sanaa mengimpor 42 persen gandumnya dari Ukraina yang menyebabkan kenaikan tajam dalam harga ekspor.
Naiknya biaya bensin, yang disebabkan oleh perang, juga telah menyebabkan pengurangan pengiriman bantuan kemanusiaan yang dapat menyebabkan fasilitas kesehatan di seluruh negeri terpaksa mematikan peralatan penyelamat karena kekurangan bahan bakar.
Awal bulan ini, Palang Merah mendesak para donor untuk tidak mengalihkan perhatian mereka dari Yaman, meskipun ada keadaan darurat kemanusiaan lainnya yang sedang berlangsung, khususnya invasi ke Ukraina, yang telah menyita banyak ruang di media internasional selama sebulan terakhir.
PBB memperkirakan 19 juta orang Yaman, dari populasi 23,4 juta orang, berada dalam bahaya kelaparan.
Perang di Yaman dimulai pada 2014 ketika pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran merebut ibu kota Sanaa dan menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional, mendorong koalisi yang dipimpin Arab Saudi untuk campur tangan satu tahun kemudian untuk mencoba memulihkan pemerintah. Lebih dari 150 ribu orang Yaman telah tewas dalam konflik sejak itu.