REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkapkan, Rusia tidak mempertimbangkan penggunaan senjata nuklir dalam operasi militer di Ukraina. Rusia baru akan menggunakan senjata tersebut jika eksistensinya memang terancam.
Dalam sebuah wawancara dalam dengan PBS, Peskov diminta mengklarifikasi komentar dari mantan presiden yang kini menjabat Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Medvedev telah membuat daftar skenario yang menyebut Rusia berhak menggunakan senjata nuklir jika menghadapi ancaman eksistensial.
Peskov tidak menyangkal pernyataan Medvedev. “Kami memiliki konsep keamanan yang sangat jelas menyatakan bahwa hanya ketika ada ancaman bagi eksistensi negara di negara kami, kami dapat menggunakan dan kami akan benar-benar menggunakan senjata nuklir untuk melenyapkan ancaman atau eksistensi negara kami,” ucapnya, Senin (28/3).
Kendati demikian, Peskov meminta agar dua hal itu dipisahkan. “Maksud saya, eksistensi negara dan operasi militer khusus di Ukraina, mereka tidak ada hubungannya satu sama lain,” ujarnya.
Dia mengatakan, Rusia yakin akan mencapai semua tujuan dari digelarnya operasi militer khusus di Ukraina. “Tapi setiap hasil dari operasi, tentu saja, bukan alasan untuk penggunaan senjata senjata nuklir,” kata Peskov.
Dalam wawancara dengan PBS, Peskov pun sempat ditanya perihal komentar Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyebut, Rusia akan beralih ke senjata nuklir jika pihak ketiga terlibat dalam konflik di Ukraina. “Tidak, saya rasa tidak. Tapi dia (Putin) cukup berani mengatakan itu, jangan ikut campur,” ujar Peskov.
Rusia mulai melancarkan serangan ke Ukraina pada 24 Februari lalu. Ukraina memperoleh dukungan militer dari negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menghadapi Rusia. Menurut data terakhir PBB, konflik setidaknya telah membunuh 1.119 warga sipil Ukraina. Sementara lebih dari 3,8 juta warga di sana terpaksa mengungsi ke negara-negara tetangga.