REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Krisis yang terjadi di Sri Lanka berpotensi meningkatkan angka kematian masyarakat dalam jumlah yang lebih buruk dibandingkan pandemi Covid-19. Para dokter telah memperingatkan bahwa mereka hampir kehabisan stok obat.
Pemadaman listrik selama lebih dari sepekan dan kekurangan makanan, bahan bakar minyak, dan obat-obatan telah membawa kesengsaraan yang meluas ke Sri Lanka. Ini merupakan kondisi terburuk sejak kemerdekaan pada 1948.
Asosiasi Medis Sri Lanka (SLMA) mengatakan, semua rumah sakit di Sri Lanka tidak lagi memiliki akses ke peralatan medis impor dan obat-obatan vital. Beberapa fasilitas telah menangguhkan operasi terjadwal sejak bulan lalu karena rendahnya ketersediaan anestesi. Bahkan, SLMA menyebut prosedur darurat mungkin tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat.
"Kami membuat pilihan yang sangat sulit. Kami harus memutuskan siapa yang mendapat perawatan dan siapa yang tidak. Jika persediaan tidak dipulihkan dalam beberapa hari, korbannya akan lebih buruk dibandingkan pandemi," kata SLMA dalam rilisnya, dilansir The Guardian, Senin (11/4/2022).
Kemarahan publik yang meningkat atas krisis telah menyebabkan protes besar yang menyerukan pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa. Ribuan orang menerjang hujan lebat untuk melanjutkan demonstrasi di luar kantor pemimpin di pinggir laut Ibu Kota Kolombo.