Para pemimpin bisnis bergabung ikut menyerukan agar presiden mundur. Mereka mengatakan bahwa kekurangan bahan bakar berkepanjangan telah membuat mereka kehabisan uang.
Sementara itu, pemerintah Rajapaksa sedang mencari dana talangan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu membebaskan Sri Lanka dari krisis. Sejauh ini, krisis telah membuat meroketnya harga pangan dan jatuhnya nilai mata uang lokal hingga sepertiga dalam sebulan terakhir.
Pejabat Kementerian Keuangan mengatakan, pemegang obligasi negara dan kreditur lainnya mungkin harus memangkas simpanannya karena pemerintah berusaha untuk merestrukturisasi utangnya. Menteri Keuangan Ali Sabry mengatakan kepada parlemen pada Jumat lalu bahwa pihaknya mengharapkan tiga miliar dolar AS dari IMF untuk mendukung neraca pembayaran dalam tiga tahun ke depan.
Kekurangan mata uang asing telah membuat Sri Lanka berjuang untuk melunasi utang luar negerinya yang membengkak sebesar 51 miliar dolar AS. Ini diperparah dengan pandemi yang merusak pendapatan vital dari pariwisata dan pengiriman uang.
Para ekonom mengatakan, krisis Sri Lanka telah diperburuk oleh salah urus pemerintah. Akumulasi pinjaman selama bertahun-tahun dan pemotongan pajak yang keliru juga menjadi penyebab.