REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala Badan Bahasa Kemendikbudristek, E Aminudin Aziz, Menwanggapi pernyataan Perdana Menteri Malaysia, Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob, pada lawatannya ke Indonesia terkait memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN.
Aziz menilai hal itu perlu dikaji ulang secara mendalam. "Jika ingin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ke-2 maka harus ada penerimaan dari seluruh anggota ASEAN. Karena ASEAN memiliki sistem bahwa setiap usulan harus disetujui oleh semua anggotanya,” kata dia dalam keterangannya, Senin (12/4/2022).
Dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Begara tertulis, negara mengusahakan meningkatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa international. Inilah yang dikatakan Aziz sebagai harapan dari pemerintah Indonesia.
Perwakilan dari Majlis Profesor Negara (MPN), Kamaruddin M Said, menjelaskan, bahasa Melayu dapat menjadi bahasa kedua di ASEAN dengan syarat memiliki sepuluh penerjemah untuk setiap negara anggota agar dapat dipahami oleh para perwakilan.
"Jadi, mesti ada satu strategi yang smart untuk menguruskan bahasa di dalam ASEAN, walaupun hanya melibatkan 10 negara,” terang dia.
Sebelum ide penggunaan bahasa Melayu-Indonesia dapat terealisasi, menurut Kamaruddin, panitia perumusannya di ASEAN mesti memahami bahasa Inggris, bahasa Melayu, dan bahasa Indonesia terlebih dahulu agar tidak ada kesalahpahaman dalam penyampaian informasi.
Senada dengan pernyataan sebelumnya, perwakilan dari Intitut Pertanian Bogor (IPB), Ari Purbayanto, menekankan pentingnya persiapan yang matang untuk merealisasikan penggunaan bahasa Melayu-Indonesia di tingkat ASEAN.
“Perlu perembukan para ahli bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia secara intensif dan berkelanjutan. Karena kalau yang disebut sebagai bahasa perantara kedua negara hanya mengangkat bahasa Melayu saja maka sebagian besar orang Indonesia berpikir maksudnya adalah bahasa etnik yang tidak sejajar dengan bahasa Indonesia (bahasa negara),” jelas dja.
Ari juga menilai perkembangan kosakata bahasa Indonesia terus berkembang menjadi bahasa modern. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya penutur bahasa Indonesia di seluruh dunia dan mudahnya bahasa Indonesia diterima, dipelajari, dan dipahami khalayak luas.
“Inilah yang perlu dibahas dan disepakati bersama, apakah penentuan bahasa (perantara) nantinya berdasarkan jangkauan penggunaannya di dunia secara statistik atau kita lihat bagaimana bahasa itu diterima di suatu negara,” kata dia.
Sebagai langkah strategis yang perlu diambil untuk mengatasi kericuhan di masyarakat, kata Ari, adalah dengan menyelenggarakan program untuk menginisiasi "pengenalan" kedua bahasa serumpun ini dalam kegiatan tingkat internasional bahkan jika memungkinkan menyusun jurnal internasional.
"Supaya masyarakat di negara-negara yang memiliki akar bahasa serumpun ini bisa mengenal bahasa Melayu sebagai induk bahasanya. Meski di sisi lain juga senantiasa mengutamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara," jelas dia.