REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Kerabat dari ratusan tahanan berkumpul di luar Penjara Insein Myanmar pada Ahad (17/4/2022), setelah pemerintah militer mengumumkan pembebasan 1.600 tahanan dalam amnesti. Amnesti diberikan untuk menandai tahun baru di Myanmar.
Tidak diketahui apakah amnesti tersebut mencakup anggota pemerintah sipil yang dipenjara, dan digulingkan dalam kudeta pada 1 Februari 2021. Seorang reporter lokal di tempat kejadian mengatakan kepada Reuters bahwa, sejauh ini tidak ada pengunjuk rasa politik yang dibebaskan dari Insein.
"1.619 tahanan, termasuk 42 orang asing yang ditahan, akan dibebaskan di bawah Amnesti sebagai bagian dari perayaan tahun baru Myanmar, untuk membawa kegembiraan bagi rakyat dan masalah kemanusiaan," ujar pernyataan pemerintah yang ditandatangani oleh Sekretaris junta Myanmar, Aung Lin Dwe.
Para kerabat berdiri di dekat polisi berpakaian preman pada Ahad, sambil memegang plakat dengan nama orang yang mereka cintai. Ibu dari seorang pengunjuk rasa berusia 22 tahun yang ditangkap delapan bulan lalu mengatakan, dia sedang menunggu di luar Insein setelah putranya menulis pesan bahwa dia mungkin dibebaskan dalam amnesti pada April.
Seorang ibu lain, yang putranya berprofesi sebagai seorang polisi ditangkap pada Juni karena berpartisipasi dalam Gerakan Pembangkangan Sipil melawan junta. Ibu tersebut mengatakan, dia telah menunggu di luar penjara beberapa kali selama periode amnesti sebelumnya.
"Saya merasa dia akan dibebaskan hari ini," ujar ibu yang tidak mau disebutkan namanya.
Menurut kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), militer telah menangkap sedikitnya 13.282 orang dan membunuh 1.756 orang sejak kudeta. Di antara mereka yang ditahan adalah pemimpin pemerintah yang digulingkan Aung San Suu Kyi. Dia ditahan di sebuah penjara di Naypyitaw.
Selain itu, penasihat ekonomi Suu Kyi dari Australia, Sean Turnell juga ditahan. Dia ditahan di Penjara Insein di pinggiran Yangon.
"Junta menggunakan tahanan politik sebagai sandera," kata juru bicara AAPP kepada Reuters.