Rabu 20 Apr 2022 19:25 WIB

Rusia Unggah Video Serangan Presisi di Pos Komando Militer Ukraina

Markas besar unit militer Ukraina dihancurkan oleh serangan yang tepat.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Konvoi militer Rusia bergerak di jalan raya. Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (20/4/2022) mengunggah sebuah video yang menunjukkan sebuah amunisi pintar memusnahkan pos komando tentara Ukraina.
Foto: AP/Alexei Alexandrov
Konvoi militer Rusia bergerak di jalan raya. Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (20/4/2022) mengunggah sebuah video yang menunjukkan sebuah amunisi pintar memusnahkan pos komando tentara Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (20/4/2022) mengunggah sebuah video yang menunjukkan sebuah amunisi pintar memusnahkan pos komando tentara Ukraina. Markas besar unit militer Ukraina dihancurkan oleh serangan yang tepat.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, serangan oleh amunisi artileri presisi tinggi Krasnopol dikirimkan ke pos komando yang diintai, dari pos komando infanteri mekanik Ukraina yang terletak di gedung sebuah lokasi industri. Markas besar unit itu dihancurkan oleh serangan yang tepat.

Baca Juga

"Senjata presisi itu dipandu, dan akurasi serangan dikendalikan oleh tim kendaraan udara tak berawak," ujar pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia, dilansir TASS.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov, mengatakan,  pesawat taktis operasional Angkatan Dirgantara Rusia melenyapkan 31 target militer Ukraina. Target-target ini termasuk dua pos komando dan 28 area pengumpulan tenaga kerja Ukraina. Termasuk perangkat keras militer di dekat komunitas Razdolnoye dan Novogrodovka, serta gudang amunisi untuk beberapa peluncur roket di dekat Privolye.

Pasukan Rusia melancarkan serangan besar-besaran pada Senin (18/4) di Ukraina timur. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada Selasa (19/4) mengatakan, Moskow memulai tahap baru operasi militer khusus di Ukraina. Lavrov memprediksi tahap baru operasi ini akan menjadi perkembangan yang signifikan.

"Tahap lebih lanjut dari operasi ini (di Ukraina timur) sedang dimulai, dan saya yakin ini akan menjadi momen yang sangat penting dari seluruh operasi khusus ini," kata Lavrov.

Presiden Volodymyr Zelenskyy menyatakan, pasukan Rusia telah melancarkan serangan ofensif baru di sebagian besar sisi timur Ukraina pada Senin (18/4). Pertempuran di Donbas telah dimulai dan tentara Ukraina telah disiapkan untuk serangan terbaru itu, sejak pasukan Rusia menarik diri dari sekitar Kiev.

"Kami sekarang dapat mengatakan bahwa pasukan Rusia telah memulai pertempuran di Donbas, yang telah lama mereka persiapkan," kata Zelenskyy.

Sekretaris Dewan Keamanan Ukraina Oleksiy Danilov mengatakan dalam komentar yang disiarkan televisi menyatakan pasukan Rusia sudah memulai fase aktif sejak Senin pagi. "Pagi ini, di hampir seluruh garis depan wilayah (timur) Donetsk, Luhansk dan Kharkiv, para penjajah berusaha menerobos pertahanan kami," katanya.

Rusia telah meningkatkan kekuatannya di timur Ukraina menggunakan pasukan yang ditarik keluar dari utara Ukraina dan Belarusia, yang merupakan sekutu dekat Rusia. Komando angkatan bersenjata Ukraina mengatakan, kekuatan militer utama Rusia sedang berkonsentrasi untuk menguasai seluruh wilayah Donetsk dan Luhansk yang membentuk petak tanah yang dikenal sebagai Donbas.

Sebelumnya pada 21 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pengakuan kedaulatan terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk.  Rusia mengakui republik Donbass sesuai dengan konstitusi dalam batas-batas wilayah Donetsk dan Luhansk pada awal 2014.

Kemudian pada 24 Februari, Putin mengatakan bahwa, Rusia melancarkan operasi militer khusus di Ukraina. Operasi ini sebagai tanggapan atas permintaan para kepala republik Donbass, untuk melindungi orang-orang yang telah menderita dan genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun.

Putin menekankan, Moskow tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina. Dia menegaskan, operasi itu ditujukan untuk denazifikasi dan demiliterisasi di Ukraina.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement