REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Parlemen Jepang secara resmi mencabut Rusia dari status perdagangan "negara paling disukai" pada Rabu (30/4/2022). Keputusan ini diambil, ketika Tokyo meningkatkan sanksi terhadap Rusia yang sedang menjalani operasi militer khusus di Ukraina.
Pencabutan status perdagangan Rusia adalah langkah terbaru Jepang yang menjatuhkan sanksi terhadap Moskow. Sebelumnya Perdana Menteri Fumio Kishida memutuskan untuk mengusir delapan diplomat dan pejabat perdagangan Rusia.
Pencabutan status perdagangan Rusia oleh Parlemen Jepang, ll diperkirakan akan meningkatkan tekanan pada Rusia. Tetapi di sisi lain, langkah tersebut juga dapat memicu pembalasan dari Moskow.
Pencabutan status perdagangan berlaku untuk tarif pada semua impor Rusia. Hal ini memungkinkan Tokyo untuk mengenakan bea yang lebih tinggi pada produk tersebut. Langkah ini mengikuti keputusan bersama dengan Amerika Serikat dan negara-negara anggota Kelompok Tujuh (G7).
Keputusan parlemen Jepang juga termasuk revisi undang-undang valuta asing. Revisi ini bertujuan untuk mencegah transfer mata uang virtual yang dimiliki oleh Rusia.
Jepang mengambil peran yang lebih besar dalam upaya internasional melawan Rusia, karena kekhawatiran tentang dampak invasi di Asia Timur. Jepang juga telah membekukan aset ratusan individu dan kelompok Rusia. Termasuk melarang investasi dan perdagangan baru, serta ekspor barang yang dapat digunakan untuk tujuan militer. Jepang juga mengumumkan rencana untuk menghentikan impor batubara Rusia.
Pada Rabu, delapan diplomat Rusia terlihat meninggalkan kedutaan Rusia di Tokyo dengan bus ke Bandara Internasional Haneda. Para diplomat itu naik pesawat pemerintah Rusia untuk kembali ke negara mereka.
Belum lama ini, Moskow mengumumkan penangguhan pembicaraan tentang perjanjian damai dengan Tokyo, yang mencakup negosiasi atas pulau-pulau yang dikuasai Rusia. Pulau-pulau itu direbut oleh bekas negara Uni Soviet dari Jepang pada akhir Perang Dunia II.
Perdagangan Jepang dengan Rusia relatif kecil, tetapi telah berkembang pesat. Nilai ekspor Jepang di tahun fiskal yang berakhir pada Maret naik hampir 40 persen dan impor naik hampir 70 persen.
Pada Maret, ketika sanksi diberlakukan, ekspor Jepang ke Rusia turun hampir 32 persen. Tetapi impor melonjak hampir 90 persen. Hampir dua pertiga impor terkait dengan energi. Impor mengalami peningkatan tajam di bidang gas alam, minyak, dan batu bara.