Rabu 11 May 2022 08:06 WIB

Pemerintah Sri Lanka Beri Kekuasaan Darurat pada Militer dan Polisi

Sri Lanka memberikan kekuasaan darurat kepada militer dan polisi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
 Pemrotes pro pemerintah dan anti pemerintah Sri Lanka bentrok saat polisi menembakkan water canon di luar kantor presiden di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 9 Mei 2022. Pendukung pemerintah pada Senin menyerang pengunjuk rasa yang berkemah di luar kantor perdana menteri Sri Lanka, ketika serikat pekerja memulai Pekan Protes yang menuntut perubahan pemerintah dan presidennya untuk mundur karena krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi di negara itu.
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Pemrotes pro pemerintah dan anti pemerintah Sri Lanka bentrok saat polisi menembakkan water canon di luar kantor presiden di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 9 Mei 2022. Pendukung pemerintah pada Senin menyerang pengunjuk rasa yang berkemah di luar kantor perdana menteri Sri Lanka, ketika serikat pekerja memulai Pekan Protes yang menuntut perubahan pemerintah dan presidennya untuk mundur karena krisis ekonomi terburuk yang pernah terjadi di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO - Sri Lanka memberikan kekuasaan darurat kepada militer dan polisi untuk menahan orang tanpa surat perintah pada Selasa (10/5/2022). Keputusan itu usai bentrokan yang membunuh tujuh orang dan melukai lebih dari 200 orang.

Pemerintah Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri yang mengundurkan diri Mahinda Rajapaksa  menguraikan kekuasaan luas bagi militer dan polisi untuk menahan dan menanyai orang-orang tanpa surat perintah penangkapan. Militer dapat menahan orang hingga 24 jam sebelum menyerahkannya ke polisi.

Sementara itu, aturan tersebut pun membuat petugas keamanan dapat menggeledah paksa properti pribadi, termasuk kendaraan pribadi. "Setiap orang yang ditangkap petugas polisi harus dibawa ke kantor polisi terdekat," kata pemberitahuan perintah tersebut menetapkan tenggat waktu 24 jam bagi angkatan bersenjata untuk melakukan hal yang sama.

Beberapa analis menyatakan keprihatinan atas potensi penyalahgunaan tindakan darurat. "Dalam situasi di mana ada keadaan darurat dan jam malam, siapa yang bisa memantau untuk memastikan peraturan ini tidak disalahgunakan?" kata Bhavani Fonseka dari lembaga pemikir Center for Policy Alternatives yang berbasis di Kolombo.

Ribuan pengunjuk rasa menentang jam malam untuk menyerang tokoh-tokoh pemerintah, membakar rumah, toko, dan bisnis milik anggota parlemen partai yang berkuasa dan politisi provinsi. Juru bicara polisi Nihal Thalduwa, mengatakan, meskipun ada laporan sporadis tentang kerusuhan, situasi tenang pad Selasa. Nihal mengatakan, sekitar 200 orang juga terluka dalam kekerasan yang menyebabkan jam malam di seluruh pulau sampai pukul 07.00 waktu setempat.

Serangan-serangan terhadap tokoh-tokoh pemerintah itu tampaknya merupakan pembalasan atas sebuah insiden hanya beberapa jam sebelum pengunduran diri Rajapaksa. Rajapaksa berbicara kepada ratusan pendukung yang berkumpul di kediaman resminya pada Senin (9/5), menyusul laporan bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk mundur.

Setelah sambutan, banyak dari mereka yang bersenjatakan jeruji besi, menyerbu sebuah kamp orang-orang yang memprotes pemerintah, memukuli mereka dan membakar tenda. Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata untuk membubarkan para penyerang, setelah pada awalnya tidak berbuat banyak untuk menahan para pendukung pemerintah.

Ribuan orang turun ke jalan dalam perayaan setelah pengunduran diri Rajapaksa, tetapi suasana dengan cepat menjadi tegang. Para pengunjuk rasa berusaha merobohkan gerbang Kuil Pohon, kediamannya di pusat Kolombo, dengan pecahan kaca dan alas kaki yang dibuang berserakan di jalan-jalan sekitarny, setelah beberapa bentrokan terburuk malam itu.

Pasukan militer berpatroli di daerah itu, delapan kendaraan yang dibakar sebagian terendam di danau. Berkas-berkas yang dibuang dan peralatan yang hancur berserakan di kantor-kantor pejabat pemerintah yang digeledah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement