REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perundingan damai antara Rusia dan Ukraina masih mengalami kebuntuan. Kedua belah pihak saling tuduh dan Moskow mengindikasi kemungkinan untuk kembali berunding akan sulit.
Rusia menuduh Ukraina memperkeras sikapnya dan negara-negara Barat menghasut pemerintah di Kiev. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan Washington, London dan Brussels ingin menggunakan Ukraina untuk keuntungan strategis mereka.
Lavrov mengatakan tidak ada kesepakatan damai yang dapat dilakukan bila negosiator mencoba "menggerakan dialog" pada fokus apa yang ingin Barat katakan bukannya situasi yang saat ini terjadi di Ukraina. Ia menambahkan hal itu menghilangkan peluang perundingan bergerak maju.
"Kami selalu mengatakan kami siap untuk bernegosiasi tapi kami tidak diberi kesempatan lain," kata Lavrov, Selasa (17/5/2022).
Ukraina dan Rusia menggelar perundingan damai sejak akhir Februari 2022. Beberapa hari setelah Rusia menginvasi tetangganya itu. Tapi dalam beberapa pekan terakhir tidak banyak komunikasi yang dilakukan antara dua negara.
"(Ukraina) pada dasarnya menarik diri dari proses negosiasi," kata Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Andrey Rudenko. Sementara negosiator dari pihak Rusia Leonid Slutsky mengatakan tidak ada negosiasi yang dilakukan dalam bentuk apa pun.
"Departemen Luar Negeri (AS) harusnya tidak mencoba menciptakan "kondisi" melalui bantuan militer ke Kiev, tidak berguna," kata Slutsky.
Amerika Serikat diperkirakan akan menyetujui paket bantuan militer dan ekonomi untuk Ukraina senilai 40 miliar dolar AS pada pekan ini. Beberapa pekan terakhir bantuan dan pasokan senjata dari juga Barat ke Ukraina meningkat tajam.
Penasihat Kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak mengkonfirmasi perundingan "tertahan". Ia mengatakan Rusia tidak bersedia menerima perundingan "tidak mencapai apa pun" dan perang tidak lebih lama dari yang ditetapkan Kremlin.
"Rusia tidak menunjukkan pemahaman penting pada proses di dunia saat ini, dan perannya sangat negatif," kata Podolyak seperti dikutip media Ukraina.
Presiden Vladimir Putin menyebut invasi ini sebagai "operasi militer khusus" untuk mendemiliterisasi dan mendenazifikasi Ukraina. Kiev dan Barat menyebutnya alasan untuk menggelar invasi.
Ribuan orang tewas dan jutaan lainnya terpaksa mengungsi akibat perang. Rusia juga dicengkram sanksi-sanksi ekonomi Barat dan kemungkinan konflik melebar menjadi antara Rusia dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
"Tidak 10 tahun, tapi 20 tahun sejak Barat mulai menyiapkan perangkatnya, termasuk menggunakan NATO dan Ukraina untuk menahan Rusia sejak akhir 90-an, selama bertahun-tahun ini kami bersikeras untuk bernegosiasi, kami telah diabaikan," kata Lavrov.
"Kini kami harus menyelesaikan masalah tergantung pada bagaimana kami memandangnya, saya selalu menekankan: kami siap untuk mengatasi masalah kemanusiaan," tambahnya.