REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kementerian Pertahanan Israel mengumumkan pengiriman bantuan berupa 2.000 helm dan 500 rompi pelindung untuk organisasi darurat dan sipil di Ukraina, Rabu (15/5/2022). Hal ini menjawab permintaan pasokan dari Ukraina.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan bulan lalu, dia akan mengizinkan pengiriman helm dan rompi. Ini menandakan perubahan posisi Israel dalam menyediakan peralatan tersebut.
Sebagai mediator dalam krisis Ukraina-Rusia, Israel mengutuk invasi Rusia namun tetap membatasi diri pada bantuan kemanusiaan. Ini juga sebagai langkah waspada terhadap ketegangan hubungan dengan Moskow, negara adikuasa di negara tetangga Suriah di mana Israel mengoordinasikan serangan terhadap pengerahan Iran.
Ukraina sebelumnya menyuarakan frustrasi dengan penolakan Israel untuk memberikan apa yang dianggapnya bantuan defensif terhadap Rusia. Israel sebelumnya telah memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk rumah sakit lapangan yang didirikan di Ukraina, di samping sekitar 100 ton pasokan kemanusiaan yang mencakup sistem pemurnian air, peralatan medis, selimut dan mantel.
Israel tidak mengirim persenjataan atau sistem pertahanan apa pun. Hal ini disebabkan mungkin karena kekhawatiran akan hubungan yang semakin memburuk dengan Rusia, yang dengannya Israel harus mengkoordinasikan serangannya terhadap target pro-Iran di Suriah.
Berbicara kepada anggota parlemen Israel dari jarak jauh pada Maret lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengkritik tanggapan Israel terhadap invasi Rusia. "Kami dapat bertanya mengapa kami tidak dapat menerima senjata dari Anda, mengapa Israel tidak memberlakukan sanksi yang kuat terhadap Rusia atau tidak memberikan tekanan pada bisnis Rusia bisnis," katanya dikutip laman Haaretz, Rabu.
Awal bulan ini, pemerintah Rusia mengumumkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah meminta maaf kepada Perdana Menteri Naftali Bennett atas klaim menteri luar negerinya, Sergei Lavrov, bahwa Adolf Hitler memiliki keturunan Yahudi. Sementara itu, Israel telah mempertimbangkan untuk membuka kembali kedutaan besarnya di Kiev, tiga bulan setelah dievakuasi pada Senin.
Duta Besar Michael Brodsky mengunjungi kota itu untuk melihat apakah operasi diplomatik normal dapat dilanjutkan atau masih belum. Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan pada 21 Februari bahwa mereka akan menutup kedutaan Kiev dan memindahkan diplomat yang tersisa di Ukraina ke Lviv di tengah kekhawatiran invasi Rusia yang akan datang. Beberapa hari kemudian, kedutaan kembali dipindahkan, kali ini ke Polandia.
Bulan lalu, Israel adalah salah satu dari 40 negara yang berpartisipasi dalam pertemuan puncak pertahanan yang diselenggarakan AS untuk membahas peningkatan bantuan pertahanan internasional ke Ukraina.