Senin 06 Jun 2022 17:51 WIB

Boris Johnson Hadapi Pemungutan Suara Mosi Tidak Percaya

Semakin banyak anggota parlemen yang kehilangan kepercayaan pada Boris Johnson

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadapi pemungutan suara mosi tidak percaya.
Foto: AP Photo/Frank Augstein, Pool
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadapi pemungutan suara mosi tidak percaya.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadapi pemungutan suara mosi tidak percaya. Semakin banyak anggota parlemen dari Partai Konservatif yang kehilangan kepercayaan pada pemerintahannya usai "partygate".

Tekanan pada Johnson yang menang telak dalam pemilihan tahun 2019 lalu semakin kuat setelah ia dan staf-stafnya menggelar pesta minuman beralkohol di tengah peraturan pembatasan sosial Covid-19 saat jutaan warga Inggris tidak bisa bertemu orang-orang terdekat.

Ia disoraki saat tiba dalam peringatan masa jabatan Ratu Elizabeth. Johnson yang sebelumnya tampak tergoyahkan kini ia mendapat hujan kritikan dari rekan-rekannya dari Partai Konservatif seperti Jesse Norman yang mengatakan Johnson menghina pemilihan dan partai.

"Anda telah memimpin budaya melanggar hukum di Downing Street nomor 10 yang berhubungan pada Covid," katanya, Senin (6/6/2022).

Ia mengatakan pemerintah memiliki "mayoritas besar, tapi tidak rencana jangka panjang." Norman salah satu dari 25 anggota partai konservatif yang mengatakan Johnson telah kehilangan otoritas dalam memimpin Inggris yang beresiko mengalami resesi, kenaikan harga dan unjuk rasa yang mengacaukan lalu lintas Ibukota London.

"Ambang batas 15 persen anggota partai di parlemen mengajukan mosi tak percaya pada pemimpin Partai Konservatif telah terlewati," kata ketua Komite 1922 Partai Konservatif Graham Brady dalam catatannya.

Brady mengatakan pemungutan akan digelar pada 18.00 dan 20.00 waktu setempat. "Pemungutan suara akan segera dihitung setelahnya, pemungutan akan disampaikan setelah," kata Brady.

Juru bicara kantor perdana menteri mengatakan pemungutan suara "kesempatan mengakhiri spekulasi berbulan-bulan dan membiarkan pemerintah untuk menarik garis dan melangkah maju, melaksanakan prioritas rakyat."

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement