Selasa 05 Mar 2024 07:22 WIB

Dukungan untuk Partai Konservatif Inggris Berada di Titik Terendah

Ipsos mewawancarai 1.004 orang dewasa di Inggris lewat sambungan telepon.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak
Foto: AP Photo/Kirsty Wigglesworth
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dukungan pada Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris berada di tingkat terendahnya dalam empat dekade terakhir. Hal ini terlihat dalam jajak pendapat yang digelar sebelum pemilihan umum.

Jajak pendapat Ipsos yang dirilis Senin (4/3/2024) menunjukkan dukungan pada Partai Konservatif yang sudah berkuasa selama 14 tahun hanya 20 persen pada akhir Februari. Turun tujuh poin dalam waktu satu bulan, sementara dukungan bagi oposisi yakni Partai Buruh 47 persen.

Baca Juga

Angka dukungan terendah bagi Partai Konservatif yang pernah Ipsos catat sejak 1978. Ketika lembaga mulai teratur melacak dukungan partai-partai besar. Angka dukungan terendah sebelumnya 22 persen terjadi pada tahun 1994 ketika masa pemerintahan Perdana Menteri John Mayor.

Tiga tahun sebelum Partai Konservatif mengalami kekalahan pemilih terbesar selama hampir satu abad. "Perbandingan sejak terus tidak terlihat menyenangkan bagi Rishi Sunak dan Partai Konservatif," kata kepala penelitian politik Ipsos Gideon Skinner.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengatakan, ia akan menggelar pemilihan umum pada paruh kedua tahun ini tapi tidak mengungkapkan tanggalnya. Ipsos mewawancarai 1.004 orang dewasa di Inggris lewat sambungan telepon dari 21 sampai 28 Februari.

Merosotnya dukungan Partai Konservatif menyusul awal tahun yang sulit bagi Sunak, dengan adanya berita bahwa Inggris memasuki resesi pada akhir tahun lalu. Paul Scully, mantan menteri teknologi, merupakan anggota Partai Konservatif terbaru yang mengumumkan akan meninggalkan parlemen pada pemilu.

“Dipicu oleh perpecahan, partai kehilangan arah, perlu visi di luar manajemen krisis yang dapat menarik sebagian besar pemilih,” katanya.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement