REPUBLIKA.CO.ID, HEBRON -- Polisi Palestina melakukan sejumlah penangkapan terhadap peserta protes yang menggugat atas melonjaknya harga makanan dan kebutuhan lainnya pada Senin (6/6/2022). Demonstrasi itu dilakukan menjelang pemogokan yang direncanakan untuk menuntut tindakan dari Otoritas Palestina yang sedang kekurangan dana.
"Kami mendesak pemerintah turun tangan untuk mengakhiri kenaikan harga yang gila-gilaan ini," kata salah satu penyelenggara protes Rami Al-Jnaidi.
"Jika pemerintah tidak mampu atau tidak mau campur tangan, kami akan menyerukan untuk bertindak," katanya.
Pengacara peserta demonstran mengatakan, sedikitnya sembilan orang telah ditahan dan polisi memindahkan sejumlah tenda yang didirikan di jalan oleh pengunjuk rasa. Peserta unjuk rasa menyerukan pemogokan umum di Hebron, sebuah kota di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Lonjakan harga makanan dan energi yang terlihat di seluruh dunia dalam beberapa pekan terakhir telah memukul Tepi Barat dengan keras. Kondisi itu menambah ketegangan di daerah yang telah mengalami bentrokan selama berminggu-minggu antara pasukan keamanan Israel dan Palestina.
Menurut pedagang dan pengunjuk rasa, perang di Ukraina telah membuat harga komoditas melonjak, biaya bahan makanan pokok seperti tepung, gula, dan minyak goreng telah naik sebanyak 30 persen sejak Maret. Angka resmi yang dirilis oleh Biro Statistik Pusat Palestina menempatkan peningkatan antara 15 dan 18 persen.
Otoritas Palestina telah membebaskan gandum dari kenaikan pajak yang diberlakukan pada Februari. Pemerintah mengatakan, telah memantau pasar dengan cermat untuk mencegah manipulasi harga pasar.
Para pengunjuk rasa menuntut agar pembebasan pajak diperluas ke kebutuhan pokok lainnya. Hanya saja ruang pemerintah Palestina untuk bermanuver dibatasi oleh kendala anggaran, termasuk masalah belum membayar gaji puluhan pegawai negeri dari Mei.