REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Seorang pelobi Israel terkemuka, Michael Koplow mengakui bahwa Zionisme mungkin telah "gagal". Koplow dari Forum Kebijakan Israel juga mengatakan, Negara Pendudukan berada dalam masalah yang jauh lebih besar.
Kelompok lobi pro Israel mengatakan, pihaknya berdedikasi untuk memajukan tujuan solusi dua negara guna melestarikan masa depan Israel sebagai negara Yahudi yang demokratis, dan aman. Koplow dianggap sebagai pemimpin intelektual lobi Israel.
Seperti kelompok lobi Israel lainnya yang jumlahnya tak terhitung, tugas Koplow adalah memberikan putaran positif kepada Amerika Serikat (AS) terhadap Israel. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan dukungan Amerika yang berkelanjutan terhadap Israel.
Citra tentang Israel sebagai negara demokrasi dan sekutu penting AS telah menghadapi ancaman eksistensial. Citra ini mulai hancur karena konsensus di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia yang menyatakan bahwa, Israel melakukan kejahatan apartheid.
Sepanjang sejarah, banyak yang membenarkan dukungan mereka untuk Zionisme dengan harapan rasisme dan pembersihan etnis yang terkandung dalam ideologi supremasi Yahudi akan ditebus melalui akhir pendudukan ilegal atas Palestina, dan penciptaan demokrasi yang berkembang. Namun sebaliknya, Israel telah berubah menjadi Negara Apartheid. Dalam artikelnya, Koplow mengomentari rancangan undang-undang di Israel yang melarang pengibaran bendera Palestina.
"Jika mengibarkan bendera mengancam keberadaan Israel, maka Israel tidak hanya berada dalam masalah yang jauh lebih besar daripada yang dipahami siapa pun, tetapi Zionisme sendiri telah gagal," kata Koplow, dilansir Middle East Monitor, Selasa (7/6/2022).
Koplow berpendapat, para pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera Palestina dan pelayat yang membawa bendera Palestina di pemakaman tidak mengancam kedaulatan atau keamanan Israel. Koplow mengungkapkan kekecewaannya atas reaksi berlebihan Israel terhadap pengibaran bendera Palestina. Namun dia tidak menyebutkan bahwa ini adalah bagian dari upaya berkelanjutan untuk mengkriminalisasi ekspresi kebangsaan Palestina, dan simbol identitas mereka.
"Bendera Palestina adalah tampilan ideologi dan emosi, dan memperlakukannya seperti senjata akan membuatnya lebih kuat dan lebih populer sebagai simbol," ujar Koplow, menunjuk pada standar ganda terhadap Pawai Bendera oleh nasionalis Israel.
Koplow mengatakan, ada ironi tertentu ketika Israel berargumen bahwa, Pawai Bendera yang melalui Kota Tua adalah sebuah tindakan yang legal dan tidak boleh ditafsirkan sebagai hasutan atau ancaman terhadap Palestina. Sementara pada saat yang sama, pengibaran bendera Palestina dianggap ilegal, dan ditafsirkan sebagai hasutan serta ancaman terhadap Israel.
“Israel memiliki negara dan beroperasi dari posisi kekuasaan, dan Palestina tidak memiliki negara dan beroperasi dari posisi lemah. Ketidakseimbangan struktural itu secara teori seharusnya membuat orang Israel kurang sensitif terhadap aspek simbolis nasionalisme Israel dan Palestina, tetapi ternyata tidak," kata Koplow.
Koplow mengatakan, fakta keberadaan dan kekuatan militer Israel belum cukup untuk mengurangi rasa tidak aman di Israel. Sementara bendera Palestina masih diperlakuka sebagai ancaman fisik yang dinilai dapat memadamkan Zionisme atau keberadaan Israel.