Kamis 09 Jun 2022 10:17 WIB

Penyintas Penembakan di Uvalde Beri Kesaksian di Kongres

Dua penembakan massal terjadi dalam waktu yang berdekatan di AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Jaksa Agung Merrick Garland, ketiga dari kiri, berbicara untuk mengumumkan sebuah tim untuk melakukan tinjauan insiden kritis penembakan di Uvalde, Texas, selama ketersediaan media di Departemen Kehakiman, Rabu, 8 Juni 2022, di Washington.
Foto: AP Photo/Alex Brandon
Jaksa Agung Merrick Garland, ketiga dari kiri, berbicara untuk mengumumkan sebuah tim untuk melakukan tinjauan insiden kritis penembakan di Uvalde, Texas, selama ketersediaan media di Departemen Kehakiman, Rabu, 8 Juni 2022, di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, UVALDE -- Keluarga korban dan penyintas dari penembakan massal di Robb Elementary School, Uvalde, Texas memberikan kesaksian di hadapan panel Kongres Amerika Serikat (AS), pada Rabu (8/6/2022). Seorang penyintas, Miah Cerrillo (11 tahun) menceritakan bagaimana dia mati-matian berjuang untuk menyelamatkan hidupnya sendiri, setelah pria bersenjata itu menembak seorang teman di sebelahnya.

"Dia (pelaku) mengatakan kepada guru saya; 'selamat malam' dan menembaknya di kepala," kata Cerrillo dalam wawancara yang direkam sebelumnya untuk Komite Pengawasan dan Reformasi House of Representative AS.

Baca Juga

"Dan kemudian dia menembak beberapa teman sekelas saya dan papan tulis. Dia menembak teman saya yang ada di sebelah saya, dan saya pikir dia (pelaku) akan kembali ke ruangan kelas. Saya melihat darah berceceran," kata Cerrillo.

Gadis muda itu mengatakan, dia takut kekerasan seperti itu bisa terjadi lagi di sekolah. Cerrillo berbicara sekitar dua minggu setelah penembakan oleh seorang remaja berusia 18 tahun yang menewaskan 19 teman sekelasnya dan dua gurunya.

Dua penembakan massal terjadi dalam waktu yang berdekatan di AS. Pada 14 Mei terjadi penembakan di Tops Friendly Market yang menewaskan 10 orang Afrika-Amerika. Penembakan tersebut didasari oleh kebencian rasial. Selang sepuluh hari kemudian, terjadi penembakan di Robb Elementary School, Texas yang merenggut nyawa 19 siswa dan dua guru. Peristiwa ini mendorong parlemen AS untuk memperketat aturan kepemilikan senjata api. 

Amerika Serikat telah mengalami lebih dari 200 pembunuhan massal tahun ini.  Sejak tahun lalu, House of Representative telah melewati serangkaian reformasi terkait aturan kepemilikan senjata. Ketua House of Representative, Nancy Pelosi mengatakan kepada Reuters, memiliki "kepercayaan" pada negosiator Senat dan mencatat urgensi bagi Kongres untuk bertindak.

Partai Demokrat dan Partai Republik memiliki pandangan berbeda soal aturan kepemilikan senjata api bagi warga AS. Selama sidang, Partai Republik membela hak untuk kepemilikan senjata sebagaimana dilindungi oleh Amandemen Kedua Konstitusi AS. Republik keberatan dengan proposal yang membatasi penjualan senapan serbu yang digunakan dalam pembantaian di Uvalde dan penembakan massal lainnya di Buffalo, New York.

Pembicaraan Senat telah berfokus pada tujuan sederhana, termasuk mendorong negara bagian untuk meloloskan undang-undang "bendera merah", yang bertujuan menolak penjualan senjata api kepada orang-orang yang dinilai berisiko bagi diri mereka sendiri atau publik. Fokus lainnya yaitu pendanaan federal untuk meningkatkan keamanan sekolah. 

Sekelompok senator bipartisan pada Rabu (8/6/2022) bernegosiasi terkait penambahan anggaran untuk meningkatkan pengobatan penyakit mental yang dapat berkontribusi pada kekerasan senjata. Anggaran juga digunakan untuk mendanai program "bendera merah" di negara bagian.

"Kami hampir menangani sejumlah masalah ini, negosiator masih memiliki banyak detail untuk diselesaikan," ujar Senator Demokrat, Richard Blumenthal.

 

 

 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement