REPUBLIKA.CO.ID, GAYAN -- Gempa susulan merenggut lebih banyak nyawa di wilayah timur Afghanistan pada Jumat (24/6/2022). Gempa ini kemungkinan menambah lebih banyak korban jiwa usai laporan terbaru menyatakan gempa sebelumnya merenggut 1.150 nyawa.
Departemen Meteorologi Pakistan melaporkan gempa baru berkekuatan 4,2 SR. Laporan kantor berita yang dikelola Taliban Bakhtar menyatakan, guncangan baru ini merenggut lima nyawa lagi dan melukai 11 orang di Distrik Gayan.
Laporan Bakhtar sebelumnya menyatakan, gempa berkekuatan 6 SR pada Rabu (22/6/2022), telah membunuh 1.150 orang. Juru bicara Taliban Abdul Wahid Rayan mengatakan, sedikitnya 1.600 orang terluka.
Sedangkan kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan telah menyebutkan jumlah korban meninggal dunia mencapai 770 orang. Tidak jelas bagaimana jumlah korban meninggal dunia dapat dicapai, mengingat sulitnya mengakses dan berkomunikasi dengan desa-desa yang terkena dampak.
Gempa sebelumnya melanda daerah pegunungan terpencil yang sudah bergulat dengan kemiskinan. Bantuan telah membuat negara itu tetap bertahan dengan hampir setengah dari populasi berjumlah 38 juta tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka. Sementara beberapa pegawai negeri, seperti dokter, perawat dan guru, tidak dibayar selama berbulan-bulan karena pemerintah Taliban tidak dapat mengakses cadangan devisa yang dibekukan. Penundaan gaji terus berlanjut di seluruh sektor publik.
Isolasi internasional Afghanistan juga memperumit upaya bantuan karena lebih sedikit organisasi bantuan yang hadir di negara itu. Banyak pemerintah pun bersikap waspada untuk menyerahkan uang ke tangan Taliban.
Kelompok bantuan mengeluh bahwa mereka harus membayar staf lokal dengan uang tunai yang dikirimkan dengan cara manual. Organisasi bantuan seperti Bulan Sabit Merah setempat dan badan-badan PBB seperti Program Pangan Dunia telah mengirimkan makanan, tenda, alas tidur, dan kebutuhan pokok lainnya kepada keluarga di provinsi Paktika yang menjadi pusat gempa dan provinsi tetangga Khost.
Tapi, penduduk tampaknya sebagian besar harus berjuang sendirian untuk menghadapi dampak dari gempa tersebut. Jalan pegunungan yang buruk menuju ke daerah yang terkena dampak diperburuk oleh kerusakan dan hujan.
Media pemerintah melaporkan bahwa hampir 3.000 rumah hancur atau rusak parah, termasuk sedikitnya 1.000 di Gayan. Rumah batu dan bata lumpur runtuh akibat gempa yang terjadi pada malam hari dan sering kali menjebak seluruh keluarga di puing-puing. Banyak dari mereka yang selamat menghabiskan malam pertama di luar dalam hujan yang dingin. Sejak itu, penduduk desa mengubur mayat dan menggali puing-puing dengan tangan untuk mencari korban selamat.
Hanya ada sedikit tanda alat berat, dengan terdapat satu buldoser yang terlihat sedang bekerja. Ambulans disirkulasikan, tetapi hanya sedikit bantuan lain bagi warga yang masih hidup.
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun di Gayan menangis ketika dia mengatakan bahwa orang tuanya, dua saudara perempuan dan seorang saudara laki-laki semuanya telah meninggal. Dia telah melarikan diri dari reruntuhan rumahnya sendiri dan berlindung dengan tetangga.
Banyak lembaga bantuan internasional menarik diri dari Afghanistan ketika Taliban merebut kekuasaan Agustus lalu ketika Amerika Serikat (AS) dan NATO menarik pasukan. Kelompok-kelompok yang tersisa berebut untuk mendapatkan pasokan medis, makanan, dan tenda ke daerah terpencil yang dilanda gempa. Badan-badan PBB juga menghadapi kekurangan dana tiga miliar dolar AS untuk Afghanistan tahun ini.
Truk makanan dan kebutuhan lainnya tiba dari Pakistan, dan pesawat yang penuh dengan bantuan kemanusiaan mendarat dari Iran dan Qatar. India mengirim tim teknis ke ibu kota, Kabul, untuk mengoordinasikan pengiriman bantuan kemanusiaan.
India mengatakan bantuannya akan diserahkan ke badan PBB di lapangan dan Masyarakat Bulan Sabit Merah Afghanistan. Negara-negara lain yang telah menawarkan bantuan dengan susah payah menggarisbawahi bahwa hanya akan bekerja melalui badan-badan PBB, bukan dengan Taliban.