Jumat 01 Jul 2022 00:35 WIB

Taliban Gelar Pertemuan Nasional Pertama Sejak Kuasai Afghanistan

Pertemuan ditujukan untuk mengatasi tantangan dan memperkuat pemerintahan Taliban

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Taliban menggelar pertemuan nasional pertama sejak kembali berkuasa di Afghanistan.
Foto: EPA-EFE/ALEXANDER ZEMLIANICHENKO
Taliban menggelar pertemuan nasional pertama sejak kembali berkuasa di Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban menggelar pertemuan nasional pertama sejak kembali berkuasa di Afghanistan. Pertemuan itu digelar pada Kamis (30/6/2022) dan dihadiri oleh lebih dari 3000 peserta dari kalangan ulama Islam dan tetua suku Afghanistan.

Setidaknya satu peserta dalam pertemuan itu menyerukan agar sekolah menengah untuk anak perempuan kembali dibuka.  "Mereka akan belajar dan akan menjadi panduan yang baik bagi anak-anak mereka di masyarakat," kata Sayed Nassrullah Waizi dari Provinsi Bamiyan

 

Pada Maret Taliban membatalkan pembukaan kembali sekolah bagi anak perempuan. Taliban mengatakan, sekolah akan tetap ditutup sampai sebuah rencana disusun sesuai dengan hukum Islam. Pengumuman Taliban ini membuat para siswa perempuan menangis karena mereka sangat ingin kembali ke sekolah. Keputusan ini juga menuai kecaman dari lembaga kemanusiaan, kelompok hak asasi, dan diplomat.

Penjabat Perdana Menteri Afghanistan, Mohammad Hasan Akhund, mengatakan, pertemuan itu ditujukan untuk mengatasi tantangan dan memperkuat pemerintahan. "Imarah Islam Afghanistan sedang mencoba untuk menyelesaikan semua masalah. Pemerintah ini telah tercapai setelah banyak pengorbanan, kita harus bekerja sama untuk memperkuatnya," ujarnya.

Beberapa media lokal melaporkan suara tembakan di dekat lokasi pertemuan yang digelar di Aula Loya Jirga Universitas Politeknik Kabul. Seorang juru bicara pemerintah Taliban mengatakan, mereka telah meningkatkan keamanan selama pertemuan. Menurutnya suara tembakan yang terdengar adalah karena kesalahan penjaga keamanan.

Pertemuan itu tampak mirip dengan "loya jirga", yaitu suatu bentuk pengambilan keputusan tradisional di Afghanistan yang telah digunakan beberapa pemimpin, termasuk mantan Presiden republik Ashraf Ghani. Pada 2020, Ghani mengadakan loya jirga sebelum memutuskan untuk membebaskan ratusan tahanan Taliban untuk memajukan pembicaraan damai.

Perdana Menteri di bawah kepemimpinan Taliban, Abdul Salam Hanafi mengatakan kepada penyiar RTA bahwa, pertemuan itu tidak akan dihadiri oleh peserta perempuan. Ketika ditanya apakah perempuan akan hadir, Hanafi mengatakan delegasi laki-laki akan mewakili perempuan.

“Perempuan adalah ibu kita, saudara kita, kita sangat menghormati mereka, ketika anak laki-laki mereka ada dalam pertemuan itu berarti mereka juga terlibat,” ujar Hanafi.

Kelompok masyarakat sipil mengatakan, pertemuan itu tidak akan memiliki legitimasi jika perempuan tidak dilibatkan. Hanafi mengatakan, pertemuan besar ini adalah yang pertama sejak Taliban mengambil alih Agustus lalu.

"Orang-orang yang berbeda dengan pandangan yang berbeda akan berkumpul. Ini akan menjadi langkah positif bagi stabilitas di Afghanistan dan memperkuat persatuan nasional," kata Hanafi.

Afghanistan berada dalam krisis ekonomi yang mendalam karena cadangan bank sentral senilai miliaran dolar telah dibekukan. Selain itu, sanksi internasional diberlakukan pada sektor perbankan, sehingga menghambat perekonomian.

Pemerintah internasional, khususnya Amerika Serikat mengatakan bahwa, Taliban perlu mengubah arahnya terhadap hak-hak perempuan. Sejak berkuasa, Taliban memberlakukan kebijakan yang sangat membatasi gerak perempuan. Taliban mengharuskan perempuan menggunakan jilbab dan menutup wajah mereka dengan cadar. Selain itu, setiap perempuan yang hendak bepergian harus didampingi oleh kerabat laki-laki. Taliban juga melarang perempuan bekerja dan tidak melibatkan mereka dalam pemerintahan.

sumber : Reuters / AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement