Ilmuwan peneliti utama di perusahaan keamanan siber Sophos, Chester Wisniewski, mengatakan, pelanggaran itu berpotensi sangat memalukan bagi pemerintah China. Selan itu, kerugian politik mungkin akan lebih besar daripada kerusakan pada orang-orang yang datanya dibocorkan.
“Ketika Anda berbicara tentang informasi satu miliar orang dan itu adalah informasi statis, ini bukan tentang ke mana mereka bepergian, dengan siapa mereka berkomunikasi atau apa yang mereka lakukan, maka itu menjadi sangat kurang menarik,” kata Wisniewski.
Menurut Wisniewski, ketika peretas mendapatkan data dan meletakannya di plarform online, maka tidak mungkin untuk menghapusnya sepenuhnya. Wisniewski menjelaskan, ketika informasi dirilis maka akan selamanya beredar.
“Jadi, jika seseorang percaya informasi mereka adalah bagian dari serangan ini, mereka harus menganggap itu selamanya tersedia untuk siapa saja dan mereka harus mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi diri mereka sendiri," ujar Wisniewski.
Pada 2020, serangan siber besar yang diyakini dilakukan oleh peretas Rusia membahayakan beberapa agen federal Amerika Serikat seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Keamanan Dalam Negeri, perusahaan telekomunikasi, dan kontraktor pertahanan. Tahun lalu, lebih dari 533 juta pengguna Facebook mempublikasikan data mereka di forum peretasan. Hal ini terjadi setelah peretas mengambil data pengguna karena kerentanan keamanan.