REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri luar negeri anggota G20 melakukan perjalanan ke Bali pada minggu ini untuk pertemuan yang akan dibayangi oleh perang di Ukraina. Kehadiran Rusia menciptakan keretakan di blok itu ketika tuan rumah Indonesia mencoba untuk menengahi.
G20 terdiri dari negara-negara Barat yang menuduh Moskow melakukan kejahatan perang di Ukraina dan menjatuhkan sanksi. Selain itu, kelompok tersebut juga diisi oleh negara-negara seperti China, Indonesia, India, dan Afrika Selatan yang tidak ikut memberi sanksi.
Pertemuan itu akan menjadi yang pertama kalinya para menteri luar negeri dari beberapa negara ekonomi top dunia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari.
Berbicara menjelang pertemuan G20 yang berlangsung dari Kamis hingga Jumat, juru bicara kementerian luar negeri Jerman Christian Wagner mengatakan itu tidak akan menjadi "KTT normal" atau "bisnis seperti biasa". Jerman memegang kepresidenan Kelompok Tujuh negara industri dan akan berkoordinasi di Bali tentang bagaimana menanggapi Lavrov sehubungan dengan perang di Ukraina, katanya.
Pejabat tinggi dari Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat meninggalkan perwakilan Rusia selama pertemuan keuangan G20 di Washington pada bulan April. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan menjadi peserta aktif pada pertemuan itu sambil juga tetap setia pada tujuan utama lainnya. "Itulah fakta bahwa itu tidak dapat menjadi bisnis seperti biasa dengan Federasi Rusia," kata juru bicara departemen luar negeri AS.
Sebagai ketua G20 tahun ini, Indonesia telah terjebak di tengah badai geopolitik atas perang. Indonesia berusaha untuk mencegah ancaman dari negara-negara Barat untuk memboikot pertemuan.