Senin 18 Jul 2022 10:23 WIB

Israel Persiapkan Respons Militer Hadapi Ancaman Nuklir Iran

Israel mempunyai dua alasan utama untuk menyerang program nuklir Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Aviv Kohavi mengatakan, negaranya memiliki kewajiban moral untuk mempersiapkan respons militer terhadap program militer Iran.
Foto: Planet Labs PBC via AP
Dalam foto satelit ini dari Planet Labs PBC, situs nuklir Natanz Iran terlihat 14 Maret 2022. Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Aviv Kohavi mengatakan, negaranya memiliki kewajiban moral untuk mempersiapkan respons militer terhadap program militer Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Panglima Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Aviv Kohavi mengatakan, negaranya memiliki kewajiban moral untuk mempersiapkan respons militer terhadap program militer Iran. Hal itu disampaikan sesaat setelah seorang pejabat tinggi Iran menyatakan negaranya memiliki kemampuan mengembangkan dan membuat bom nuklir.

Kohavi mengungkapkan, menyiapkan front militer dalam negeri untuk menghadapi perang adalah tugas yang harus dipercepat pada tahun-tahun mendatang. “Terutama mengingat kemungkinan bahwa kita akan diminta untuk bertindak melawan ancaman nuklir,” ucapnya dalam acara pergantian kepala Komando Front Dalam Negeri Israel, Ahad (17/7/2022), dilaporkan Times of Israel.

Baca Juga

Dia menekankan, IDF terus menyiapkan berbagai rencana operasional untuk menghadapi potensi serangan Iran. “Menyiapkan opsi militer terhadap program nuklir Iran adalah kewajiban moral dan ketertiban keamanan nasional,” ujar Kohavi.

Ia turut menyinggung tentang upaya untuk memulihkan kembali kesepakatan nuklir Iran tahun 2015 atau dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kohavi mengisyaratkan ketidaksetujuannya terhadap hal itu.

“Memblokir Iran memperoleh senjata nuklir dengan diplomasi lebih disukai, tetapi sejarah telah membuktikan berkali-kali bahwa diplomasi dapat gagal atau berhasil hanya dalam waktu singkat, diikuti dengan pelanggaran atau pengkhianatan,” ucapnya.

Menurut Kohavi, Israel mempunyai dua alasan utama untuk menyerang program nuklir Iran. “Pertama, jika tidak ada kesepakatan dan program nuklir Iran terus berkembang. Kedua, jika ada kesepakatan yang identik atau mirip dengan kesepakatan sebelumnya, yang berarti kesepakatan yang buruk, memberi Iran syarat untuk menjadi negara nuklir segera setelah perjanjian kedaluwarsa,” katanya.

Penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Kamal Kharrazi, telah mengakui negaranya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dan membuat bom nuklir. Namun dia menyebut, Iran belum memutuskan apakah akan mengambil langkah tersebut.

"Dalam beberapa hari kami dapat memperkaya uranium hingga 60 persen dan kami dapat dengan mudah menghasilkan 90 persen uranium yang diperkaya. Iran memiliki sarana teknis untuk memproduksi bom nuklir, tapi belum ada keputusan oleh Iran untuk membuatnya," kata Kharrazi saat diwawancara Aljazirah, Ahad lalu.

Dalam wawancara tersebut, Kharrazi turut menegaskan bahwa Iran tidak akan menegosiasikan program rudal balistiknya dan kebijakan regional mereka. Hal itu menjadi sinyal bahwa Teheran menolak tuntutan Barat dan sekutunya di Timur Tengah dalam proses pemulihan JCPOA.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement