REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengatakan tidak bisa lagi memperlakukan penguasa militer Myanmar dengan sikap biasa atau business as usual setelah junta mengeksekusi empat aktivis demokrasi. AS juga sedang mempertimbangkan semua opsi untuk menambah hukuman pada junta.
Dalam konferensi pers juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price meminta negara-negara lain untuk tidak menjual peralatan militer ke Myanmar. Serta menahan setiap tindakan yang dapat mempertahankan kredibilitas junta di panggung internasional.
Saat ditanya apakah pemerintah Presiden Joe Biden mempertimbangkan sanksi pada industri gas Mynamar yang tidak termasuk dalam sanksi AS sebelumnya. Price mengatakan AS sedang membahas langkah lebih lanjut, semua opsi ada di atas meja.
"Ini merupakan kekejaman mengerikan yang junta lakukan, tidak akan ada perlakuan biasa pada rezim ini," kata Price, Selasa (26/7/2022).
Vonis hukuman mati dijatuhkan dalam sidang rahasia pada bulan Januari dan April. Empat aktivis dituduh membantu gerakan perlawanan sipil yang memerangi militer sejak kudeta tahun lalu. Eksekusi mati Myanmar pertama dalam tiga puluh tahun itu memicu kecaman internasional.
Price mengatakan tidak ada negara yang memiliki pengaruh paling besar dari Cina. Sementara ia juga meminta kelompok negara-negara ASEAN untuk mempertahankan larangan perwakilan Myanmar menghadiri rapat blok tersebut.