REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia mengutuk pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan junta Myanmar terhadap empat aktivis demokrasi. Malaysia menganggap itu sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Malaysia mengutuk eksekusi empat aktivis demokrasi oleh junta. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan dengan jelas menunjukkan bahwa junta sedang mengolok-olok 5PC (5 poin Konsensus ASEAN)," kata Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah di Kuala Lumpur, Selasa (26/7/2022), melalui Twitter.
Pada 22 Juli lalu, ia mengatakan kabinet memutuskan dua masalah penting. Myanmar tidak diizinkan untuk mengirim perwakilan politik untuk seluruh pertemuan tingkat menteri ASEAN dan kebutuhan akan kerangka kerja dengan tujuan akhir yang jelas untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin.
Tujuan akhirnya adalah Myanmar yang demokratis, inklusif, adil, damai, harmonis, dan sejahtera yang hak-hak sipil dan politiknya dijamin oleh Konstitusi. ASEAN, menurut Saifuddin, harus bekerja sama dengan Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB Noeleen Heyzer dan komunitas internasional guna menyelesaikan persoalan tersebut.
Pelaksanaan hukuman mati itu terjadi kurang dari dua minggu setelah Utusan Khusus Ketua ASEAN untuk Myanmar, Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn, mengunjungi Myanmar dan hanya sekitar seminggu sebelum pertemuan para menteri luar negeri ASEAN di Phnom Penh pada 3 Agustus. "Kami melihatnya seolah-olah junta mengolok-olok ASEAN 5PC dan saya pikir kami perlu melihat masalah ini dengan serius," ujar dia.
ASEAN, pada Selasa, juga mengeluarkan teguran keras atas eksekusi mati yang dilakukan militer yang berkuasa di Myanmar terhadap aktivitas demokrasi negara itu, dengan menyebutnya sebagai tindakan yang sangat tercela. Kamboja selaku Ketua ASEAN saat ini mengeluarkan rilis bahwa pelaksanaan hukuman mati tersebut hanya seminggu sebelum pertemuan ke-55 tingkat menteri ASEAN, dan tindakan itu sangat tercela. Eksekusi itu sekaligus menunjukkan kurangnya kemauan junta untuk mendukung Lima Poin Konsensus.