Jumat 05 Aug 2022 03:08 WIB

Saudi Izinkan Maskapai Nasional Israel Gunakan Wilayah Udaranya

Saat ini Israel tengah melakukan normalisasi hubungan dengan Arab Saudi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Maskapai penerbangan nasional Israel, El Al, telah memperoleh izin dari otoritas Arab Saudi untuk menggunakan wilayah udara negara tersebut.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Maskapai penerbangan nasional Israel, El Al, telah memperoleh izin dari otoritas Arab Saudi untuk menggunakan wilayah udara negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Maskapai penerbangan nasional Israel, El Al, telah memperoleh izin dari otoritas Arab Saudi untuk menggunakan wilayah udara negara tersebut. Saat ini Tel Aviv tengah berupaya melakukan normalisasi diplomatik dengan Riyadh.

“Persetujuan (penggunaan wilayah udara Saudi) ini akan berlaku hari ini, yang merupakan kabar baik bagi wisatawan yang mengunjungi Israel dari negara-negara Timur Jauh, karena di terbang di atas Saudi mengurangi lamanya penerbangan,” kata lembaga penyiaran Israel, Kan, dalam laporannya, Kamis (4/8/2022).

Baca Juga

Menurut Kan, saat ini maskapai El Al pun sedang menunggu izin dari Kesultanan Oman untuk turut menggunakan wilayah udara negara tersebut. Bulan lalu Arab Saudi kembali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Hal itu disampaikan seusai kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden ke negara tersebut setelah sebelumnya melawat ke Israel dan Palestina.

“Kami telah mengatakan bahwa Arab Saudi mendukung Inisiatif Perdamaian Arab. Faktanya, kami menawarkannya. Kami telah menjelaskan bahwa perdamaian datang pada akhir proses ini, bukan pada awalnya," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir dalam sebuah wawancara khusus dengan CNN, 16 Juli lalu.

Inisiatif Perdamaian Arab, yang lahir pasca perhelatan KTT Beirut tahun 2002, berisi penawaran normalisasi dunia Arab dengan Israel. Syaratnya, Israel harus angkat kaki dari wilayah yang didudukinya, termasuk Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan, dan Lebanon. Palestina pun mesti menjadi negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Secara keseluruhan, terdapat 10 poin penawaran dalam inisiatif itu. 

Daya tawar inisiatif tersebut mulai rumpang setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan memutuskan melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel pada 2020. Sejak saat itu, Israel berusaha melobi lebih banyak negara Arab dan Muslim untuk mengikuti jejak keempat negara tersebut.

Dalam kunjungannya ke Saudi pada 15 Juli lalu, Joe Biden dikabarkan turut membawa misi itu, yakni mencoba meyakinkan Riyadh agar membuka pintunya bagi Israel. Namun dalam pernyataan bersama kedua negara, AS dan Saudi menegaskan bahwa mereka mendukung penerapan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

“Mengenai masalah Israel-Palestina, kedua belah pihak menggarisbawahi komitmen abadi mereka untuk solusi dua negara, di mana negara Palestina yang berdaulat dan bersebelahan hidup berdampingan dalam perdamaian dan keamanan dengan Israel, sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina sesuai dengan parameter yang diakui secara internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab,” demikian bunyi pernyataan bersama AS-Arab Saudi.

Sebelum ke Saudi, Biden terlebih dulu mengunjungi Israel dan Palestina. Dalam pidatonya saat menyambut Biden di Bandara Ben Gurion pada 13 Juli lalu, Perdana Menteri Israel Yair Lapid menyebut Biden sebagai Zionis hebat. “(Biden) seorang Zionis hebat dan salah satu teman terbaik yang pernah dikenal Israel,” ucapnya.

Sebelum tiba di Israel, Biden sudah disebut-sebut akan membahas upaya normalisasi diplomatik Israel dengan Arab Saudi. Saat berpidato di Bandara Ben Gurion, Biden sama sekali tak menyinggung tentang hal itu. Biden hanya mengatakan bahwa dia akan “memajukan integrasi Israel” di Timur Tengah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement