REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol menyatakan pada Senin (15/8/2022), Korea Selatan harus mengatasi perselisihan sejarah dengan Jepang dan mencapai perdamaian dengan Korea Utara. Tindakan ini diperlukan sebagai langkah kunci menuju peningkatan stabilitas dan keamanan kawasan Asia Utara.
Yoon mengatakan, Jepang telah menjadi mitra dalam mengatasi ancaman terhadap kebebasan global. Dia mendesak kedua negara mengatasi perselisihan yang terjadi pada masa itu.
"Ketika hubungan Korea-Jepang bergerak menuju masa depan bersama dan ketika misi zaman kita selaras, berdasarkan nilai-nilai universal kita bersama, itu juga akan membantu kita memecahkan masalah sejarah," katanya dalam sambutan yang disiapkan untuk disampaikan pada upacara untuk menandai berakhirnya kekuasaan kolonial Jepang di semenanjung Korea pada 1945.
Hubungan antara sekutu Amerika Serikat (AS) itu telah tegang karena perselisihan seperti tuduhan bahwa Jepang memaksa perempuan untuk bekerja di rumah bordil untuk militer pada masa penjajahan. Selain itu terjadi pelanggaran lainnya termasuk kerja paksa terhadap orang Korea.
Presiden yang mulai menjabat pada Mei ini sebelumnya berjanji meningkatkan hubungan dengan Jepang. Dia menyerukan kerja sama yang luas di berbagai bidang mulai dari ekonomi dan keamanan hingga pertukaran sosial dan budaya. Hubungan itu dinilai dapat membantu berkontribusi pada perdamaian dan kemakmuran internasional.
Selain membahas hubungan dengan Jepang, Yoon mengulangi janjinya untuk memberikan bantuan luas kepada Korea Utara. Bantuan ini akan disalurkan jika Pyongyang menghentikan pengembangan program nuklirnya dan memulai proses tulus dan substantif untuk menghilangkan senjata semacam itu.
"Kami akan menerapkan program pangan skala besar, memberikan bantuan untuk pembangkit listrik, infrastruktur transmisi dan distribusi, serta melaksanakan proyek untuk memodernisasi pelabuhan dan bandara untuk perdagangan internasional,” kata Yoon.
Seoul juga siap membantu meningkatkan produktivitas pertanian tetangganya, memodernisasi rumah sakit, dan fasilitas medis. Korea Selatan akan mengambil langkah-langkah untuk investasi internasional dan dukungan keuangan. Kedua negara itu secara teknis tetap berperang, karena konflik 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.