REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- PBB telah mengakhiri pengecualian larangan perjalanan bagi 13 pejabat Taliban. Dengan demikian, mereka tak dapat bepergian seleluasa sebelumnya.
Pengecualian larangan perjalanan bagi 13 pejabat Taliban berakhir pada tengah malam hari Jumat (19/8/2022). Dari 13 pejabat tersebut, dua di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar dan Wakil Menteri Luar Negeri Sher Mohammad Abbas Stanekzai. Mereka berperan dalam negosiasi dengan perwakilan pemerintah AS era mantan presiden Donald Trump. Kesepakatan yang tercapai pada Februari 2020 membuka jalan bagi penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB 2011, 135 pejabat Taliban dikenakan sanksi yang mencakup pembekuan aset dan larangan perjalanan. Namun 13 dari mereka diberikan pengecualian dari larangan perjalanan. Tujuannya agar mereka dimungkinkan bertemu pejabat-pejabat dari negara lain di luar negeri.
Pada Juni lalu, komite sanksi Afghanistan Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang menghapus dua menteri pendidikan Taliban dari daftar pengecualian larangan perjalanan. Hal itu menyusul kebijakan mereka yang dinilai mengurangi hak-hak perempuan di Afghanistan.
Pada saat bersamaan, komite sanksi Afghanistan Dewan Keamanan PBB memperbarui pengecualian untuk anggota Taliban lainnya hingga 19 Agustus, ditambah sebulan lebih lanjut jika tidak ada anggota yang keberatan. “Irlandia keberatan pekan ini,” kata seorang sumber diplomatik, dikutip laman Al Arabiya, Sabtu (20/8/2022).
China dan Rusia telah menyerukan perpanjangan. Sementara Amerika Serikat (AS) menginginkan daftar pejabat Taliban yang diizinkan bepergian, termasuk destinasi yang dapat mereka kunjungi, dikurangi. “Proposal terbaru di atas meja akan memungkinkan hanya enam pejabat untuk bepergian karena alasan diplomatik,” ungkap seorang sumber diplomatik.
Jika tidak ada anggota Dewan Keamanan PBB keberatan pada Senin (22/8/2022) sore, itu akan mulai berlaku selama tiga bulan.