REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, pemerintahan Taliban di Afghanistan tidak menunjukkan tanda-tanda moderasi. Menurutnya, kondisi di Afghanistan tetap memprihatinkan sejak Taliban berkuasa kembali di negara tersebut pada Agustus tahun lalu.
“Afghanistan mungkin telah turun dari berita utama, tapi situasi masyarakatnya mengerikan. Dalam setahun terakhir, Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda moderasi, justru sebaliknya: Semua anak perempuan, terlepas dari janji sebelumnya, dilarang bersekolah; sebagian besar negara dicengkeram oleh kelaparan (70 persen dari populasi), dan banyak orang Afghanistan hidup dalam ketakutan atau pengasingan,” kata Borrell dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Radio Free Europe, Ahad (28/8).
Menurutnya, hal itu menjadi alasan logis mengapa hingga saat ini belum ada satu pun negara mengakui kepemimpinan Taliban atas Afghanistan. “Rakyat Afghanistan membayar harga yang mahal untuk isolasi negara mereka: Tingkat bantuan kemanusiaan sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan,” ucapnya.
Pada 15 Agustus lalu, Taliban memperingati satu tahun pemerintahan mereka di Afghanistan. "15 Agustus adalah hari libur nasional di negara ini untuk menandai ulang tahun pertama kemenangan jihad Afghanistan melawan pendudukan Amerika dan sekutunya," kata Taliban dalam pengumuman singkatnya pada 14 Agustus lalu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Taliban Abdul Qahar Balkhi mengungkapkan, meski pemerintahan kelompoknya di Afghanistan terbilang baru, tapi mereka berhasil membawa keamanan bagi Afghanistan. Dia pun mengeklaim bahwa Afghanistan telah mulai menapaki jalan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran.
Dia mengatakan, kementerian-kementerian di pemerintahan Taliban melakukan semua upaya yang mungkin dan telah secara efektif mengatasi tantangan ekonomi domestik. Tantangannya antara lain menstabilkan mata uang lokal dan menciptakan lapangan kerja.
“Sekarang adalah tugas negara-negara asing, khususnya Amerika Serikat (AS), untuk melakukan bagian mereka dalam meringankan penderitaan rakyat Afghanistan dengan mencabut semua sanksi ekonomi sepihak guna membiarkan sektor perbankan dan ekonomi berfungsi secara optimal,” kata Balkhi dalam sebuah wawancara khusus dengan Voice of America.
Balkhi mendesak negara-negara Muslim dan dunia pada umumnya untuk mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Menurutnya, pengakuan itu perlu diberikan jika mereka benar-benar menghendaki Afghanistan mewujudkan potensi penuhnya sebagai mitra dalam perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran.
Dia kemudian menyangkal kritik internasional terhadap pembatasan yang diberlakukan Taliban pada wanita. Balkhi pun mengklaim, tidak ada tindakan represif terhadap media atau kebebasan sipil di Afghanistan.
“Sama seperti kami tidak ikut campur dalam urusan internal orang lain, kami juga menuntut negara-negara lain untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Afghanistan serta untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang yang mencoba menyembuhkan secara organik setelah beberapa dekade resep yang dipaksakan asing," ucap Balkhi.