REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban menyerukan masyarakat internasional mengakui mereka sebagai representasi pemerintahan yang sah di Afghanistan. Seruan itu disampaikan saat Taliban memperingati satu tahun penarikan total pasukan Amerika Serikat (AS) dari negara tersebut.
“Pengalaman selama 20 tahun terakhir dapat menjadi panduan yang baik. Segala jenis tekanan serta ancaman terhadap rakyat Afghanistan dalam 20 tahun terakhir telah gagal dan hanya meningkatkan krisis,” kata Taliban dalam sebuah pernyataan, Rabu (31/8/2022).
Taliban pun menegaskan, Imarah Islam adalah pemerintahan yang sah dan perwakilan dari rakyat Afghanistan. Imarah Islam adalah nama yang diberikan Taliban untuk pemerintahan mereka setelah berhasil merebut kembali Afghanistan pada 15 Agustus tahun lalu.
Untuk memperingati satu tahun “Hari Kebebasan”, yakni hari ketika pasukan AS sepenuhnya hengkang dari Afghanistan, Taliban menggelar parade kecil di Kabul pada Rabu. Pada Selasa (30/8) malam, pesta kembang api juga digelar di kota tersebut.
AS menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada 30 Agustus 2021. Pasukan Negeri Paman Sam sudah beroperasi selama 20 tahun di Afghanistan, tepatnya pasca serangan teror terhadap gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001. Sebelum Taliban kembali berkuasa, AS merupakan sekutu utama pemerintahan Afghanistan dalam memerangi Taliban.
Hingga kini, belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Belum diperlihatkannya komitmen untuk memenuhi hak dasar warga Afghanistan, khususnya kaum perempuan, dinilai menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat internasional belum memberi pengakuan kepada Taliban.
Pekan lalu kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, pemerintahan Taliban di Afghanistan tidak menunjukkan tanda-tanda moderasi. Menurutnya, kondisi di Afghanistan tetap memprihatinkan sejak Taliban berkuasa kembali di negara tersebut pada Agustus tahun lalu.
“Afghanistan mungkin telah turun dari berita utama, tapi situasi masyarakatnya mengerikan. Dalam setahun terakhir, Taliban tidak menunjukkan tanda-tanda moderasi, justru sebaliknya: Semua anak perempuan, terlepas dari janji sebelumnya, dilarang bersekolah; sebagian besar negara dicengkeram oleh kelaparan (70 persen dari populasi), dan banyak orang Afghanistan hidup dalam ketakutan atau pengasingan,” kata Borrell dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Radio Free Europe, Ahad (28/8).
Menurutnya, hal itu menjadi alasan logis mengapa hingga saat ini belum ada satu pun negara mengakui kepemimpinan Taliban atas Afghanistan. “Rakyat Afghanistan membayar harga yang mahal untuk isolasi negara mereka: Tingkat bantuan kemanusiaan sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan,” ucapnya.