REPUBLIKA.CO.ID, NURSULTAN – Juru bicara presiden Kazakhstan, Ruslan Zheliban, mengatakan Presiden Kassym Jomart Tokayev setuju mengembalikan nama ibu kota yang saat ini adalah Nursultan menjadi Astana. Keputusan tersebut diambil tiga tahun setelah dia mengganti nama untuk menghormati pendahulunya.
Persetujuan perubahan nama ibu kota juga dilakukan setelah adanya inisiatif oleh sekelompok anggota parlemen. Salah satu langkah pertama Tokayev setelah menjabat adalah menyerukan agar ibu kota Kazakhstan, yang saat itu bernama Astana disebut sebagai Nursultan. Langkah itu diambil setelah periode presiden Nursultan Nazarbayev yang mengundurkan diri.
Nazarbayev, yang memimpin Kazakhstan selama tiga dekade di bawah Uni Soviet dan setelah memperoleh kemerdekaan pada 1991, memindahkan ibu kota dari Almaty ke Astana pada 1997. Langkah itu dipertanyakan karena isolasi kota yang relatif di stepa utara dan musim dingin yang terkenal sangat dingin mencapai -51 derajat celsius.
Dia menjadikan kota itu sebagai tempat pameran arsitektur yang mencolok, termasuk menara observasi di mana pengunjung dapat meletakkan tangan mereka di cetakan Nazarbayev. Setelah dia mengundurkan diri, Nazarbayev masih memiliki pengaruh besar sebagai kepala partai penguasa dan dewan keamanan kabupaten.
Namun, Tokayev mencopotnya dari jabatan tersebut setelah kerusuhan mematikan pada Januari. Pada Juni, warga Kazakh memilih perubahan konstitusi dalam sebuah referendum setelah kerusuhan mengakhiri cengkeraman tiga dekade Nazarbayev.
Dikutip The Guardian, Rabu (14/9/2022), pertumpahan darah Januari yang tumbuh dari protes damai atas lonjakan harga bahan bakar mobil, menewaskan lebih dari 230 orang dan mendorong pihak berwenang untuk memanggil pasukan dari blok keamanan yang dipimpin Rusia.