REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia memveto resolusi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang akan mengutuk referendum di empat wilayah Ukraina sebagai ilegal. Resolusi ini menyatakan tindakan itu tidak sah dan mendesak semua negara untuk tidak mengakui pencaplokan wilayah yang diklaim oleh Moskow.
Pemungutan suara di badan beranggotakan 15 orang adalah 10-1 dengan China, India, Brasil, dan Gabon abstain. Resolusi itu juga akan menuntut penghentian segera invasi ilegal skala penuh Rusia ke Ukraina dan penarikan segera serta tanpa syarat semua pasukan militernya dari Ukraina.
Duta Besar Amerika Serikat (AS) Linda Thomas-Greenfield mengatakan sebelum pemungutan suara, dalam hal veto, AS, dan Albania yang mensponsori resolusi tersebut akan membawanya ke Majelis Umum yang tidak menerapkan vet. "Dan tunjukkan bahwa dunia adalah masih berpihak pada kedaulatan dan melindungi integritas teritorial," ujarnya merujuk pertemuan majelis beranggotakan 193 anggota itu kemungkinan akan terjadi minggu depan.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward menggemakan pernyataan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres bahwa tindakan Rusia melanggar Piagam PBB dan harus dikutuk. “Wilayah yang diklaim Rusia untuk dicaplok lebih dari 90 ribu kilometer persegi,” katanya.
“Ini adalah pencaplokan wilayah secara paksa terbesar sejak Perang Dunia II. Tidak ada jalan tengah dalam hal ini," ujarnya.
Pemungutan suara DK dilakukan beberapa jam setelah upacara Istana Kremlin dalam penandatangan Presiden Vladimir Putin untuk mencaplok wilayah Ukraina yang diduduki Rusia seperti Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia. Tindakan ini menyatakan sekarang wilayah tersebut adalah bagian dari Rusia.
Duta Besar Rusia Vassily Nebenzia membela referendum dengan mengklaim lebih dari 100 pengamat internasional dari Italia, Jerman, Venezuela dan Latvia yang mengamati pemungutan suara mengakui hasil tersebut sebagai sah. “Hasil referendum berbicara sendiri. Penduduk daerah ini tidak ingin kembali ke Ukraina. Mereka telah membuat pilihan yang terinformasi dan bebas untuk mendukung negara kita,” katanya.
"Tidak akan ada jalan untuk mundur karena rancangan resolusi hari ini akan mencoba memaksakan," ujarnya menuduh negara-negara Barat di DK PBB melakukan tindakan bermusuhan secara terbuka.
Duta Besar China Zhang Jun mengatakan, kedaulatan dan integritas teritorial semua negara harus dijaga. Namun Beijing justru memilih abstain dengan alasan DK PBB harus menggunakan upaya untuk menenangkan krisis.
"Daripada mengintensifkan konflik dan memperburuk konfrontasi," lata Zhang.