REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berjanji untuk mengambil tindakan untuk meredakan pukulan lonjakan tarif listrik. Ia juga mengatakan akan memanfaatkan nilai yen untuk mendorong pariwisata.
Pemerintah Jepang sedang fokus mengatasi tantangan lonjakan inflasi dan turunnya nilai mata uang yen. Dalam pidato kebijakan di parlemen, Kishida menekankan revitalisasi ekonomi menjadi "prioritas utamanya".
"Tantangan besar yang akan Jepang hadapi pada musim semi mendatang adalah resiko lonjakan tarif listrik, kami akan mengambil langkah berani yang belum pernah dilakukan sebelumnya yang akan langsung meredakan beban rumah tangga dan perusahaan," kata Kishida, Senin (3/10/2022).
Ia menambahkan pada akhir bulan ini pemerintahnya akan mengumpulkan paket kebijakan untuk "untuk melindungi mata pencaharian masyarakat dari kenaikan harga."
Kishida juga mengatakan Jepang akan membuka penuh perbatasannya mulai 11 Oktober untuk membangkitkan kembali pariwisata. Sektor yang paling terpukul peraturan ketat pandemi Covid-19.
"Kami akan berusaha keras mengejar kebijakan untuk memaksimalkan untuk memanfaatkan melemahnya yen," katanya. Ia menargetkan wisatawan asing akan menghabiskan 5 triliun yen atau 35 miliar dolar per tahunnya di Jepang.
Kishida mengatakan dalam memanfaatkan melemahnya nilai yen pemerintahannya juga akan menarik pabrik-pabrik chip dan baterai. Serta mempromosikan ekspor produk pertanian.
Pemerintah Kishida ditekan untuk segera mengambil tindakan demi meredakan pukulan ekonomi karena melemahnya yen. Hal itu menaikan keuntungan eksportir tapi merugikan rumah tangga dengan menggelembungkan biaya impor saat harga bahan baku dan bahan bakar sudah mahal.
Pertama kalinya sejak 1998, Jepang melakukan intervensi ke pasar valuta asing pada 22 September lalu dengan membeli yen. Langkah yang dilakukan untuk menopang nilai mata uang yang babak belur itu setelah bank sentral terjebak suku bunga yang sangat rendah.