REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) memperbarui mandat misi pencari fakta di Venezuela. Namun Caracas menilai inisiatif ini sebagai alat untuk campur tangan dalam masalah domestik.
Mandat untuk memperpanjang Misi Pencari Fakta Independen Internasional untuk Venezuela (FFM) selama dua tahun lagi disetujui oleh 19 suara berbanding lima menentang. Sementara 23 abstain selama sesi Dewan di Jenewa pada Jumat (7/10/2022) waktu setempat.
Mereka yang menentang adalah Kuba, Bolivia, China, Eritrea dan Venezuela sendiri. Misi PBB pertama kali dibentuk pada 2019 untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Venezuela. Perwakilan Venezuela di Dewan HAM, Duta Besar Hector Constant Rosales, menjuluki resolusi perpanjangan mandat itu "bermusuhan".
Menteri Luar Negeri Venezuela Carlos Faria mengatakan di Twitter bahwa perpanjangan FFM adalah serangan baru terhadap Venezuela. "Misi dirancang untuk intervensionisme dan untuk pemalsuan realitas," katanya.
"Komisi ini adalah instrumen politik untuk pencemaran nama baik yang paling berani tentang masalah hak asasi manusia," imbuhnya.
Pada September, laporan misi ketiga menemukan bahwa badan intelijen negara di bawah kepemimpinan Presiden Nicolas Maduro telah menekan oposisi melalui penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Badan-badan intelijen memanfaatkan kekerasan seksual dan berbasis gender untuk menyiksa dan mempermalukan tahanan mereka setidaknya sejak 2014 dan pelanggaran dan kejahatan berlanjut hingga hari ini," kata laporan itu.
Pemerintah Venezuela menanggapi bahwa tuduhan laporan itu salah dan tidak berdasar. Pemerintah menegaskan bahwa Venezuela adalah negara demokratis dan sosial, berdasarkan supremasi hukum dan keadilan, yang berkomitmen untuk pemajuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
Di sisi lain, kelompok hak asasi manusia menyambut baik perpanjangan FFM. "Pembaruan ini merupakan tanda dukungan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang tak terhitung jumlahnya yang telah, dan terus, dilakukan di negara ini," kata Direktur Amnesti Internasional Amerika Erika Guevara Rosas di Twitter.
Human Rights Watch menyebut perpanjangan FFM sangat penting dan mengatakan itu memainkan peran peringatan dini menjelang pemilihan presiden 2024.