REPUBLIKA.CO.ID, Pada 10 Oktober 1944, 800 anak-anak Romani dibunuh secara sistematis oleh rezim Adolf Hitler. Anak-anak tersebut termasuk lebih dari seratus anak laki-laki berusia antara 9 dan 14 tahun.
Melansir laman History, Senin (10/10/2022), anak-anak dijejali gas beracun di sebuah kamar yang dinamakam kamar 'pemandian' di Auschwitz. Rezim Hitler saat itu bereksperimen yang dinamakan operasi kamar gas untuk keperluan pembantaian massal.
Penduduk Romani termasuk menjadi pilihan Hitler untuk diperlakukan secara brutal sejak awal. Mereka dianggap pembawa penyakit dan dianggap sebagai elemen yang tidak dapat diandalkan dan tidak dapat digunakan untuk pekerjaan yang bermanfaat.
Mereka sudah ditandai untuk dimusnahkan bersama dengan orang-orang Yahudi di Eropa sejak tahun-tahun awal perang. Sekitar 1,5 juta orang Romani dibunuh oleh Nazi. Pada 1950, ketika orang-orang Romani berusaha untuk mendapatkan kompensasi atas penderitaan mereka, seperti juga korban Holocaust lainnya, pemerintah Jerman menolak mereka.
Jerman mengatakan, mereka dianiaya di bawah Nazi bukan karena alasan rasial tetapi karena asosial dan catatan kriminal. Mereka distigmatisasi bahkan dalam terang kekejaman yang dilakukan terhadap mereka.
Dalam catatan sejarah, kamp-kamp di Auschwitz dibentuk berkelompok yang dinamakan Auschwitz I, II dan III. Ada juga 40 kamp satelit yang lebih kecil. Schutzstaffel (SS) kemudian membentuk tempat pembunuhan yang kompleks yang diatur secara mengerikan. Kompleks itu adalah Auschwitz II, di Birkenau yang didirikan pada Oktober 1941.
Di sana SS membuat 300 barak penjara, empat 'pemandian' di mana para tahanan diberi gas beracun, gudang mayat, dan oven kremasi. Ribuan tahanan juga digunakan sebagai tumbal untuk eksperimen medis, diawasi dan dilakukan oleh dokter kamp, Josef Mengele (“Malaikat Maut”).
Pernah terjadi sebuah pemberontakan kecil pada 7 Oktober. Kala itu ratusan tahanan Yahudi dipaksa untuk membuangbjasad orang mati dari kamar gas ke tungku. Mereka meledakkan salah satu kamar gas dan membakar yang lain. Mereka menggunakan bahan peledak yang diselundupkan dari wanita Yahudi yang bekerja di pabrik persenjataan terdekat.
Dari sekitar 450 tahanan yang terlibat dalam sabotase, sekitar 250 berhasil melarikan diri dari kamp selama kekacauan yang terjadi. Mereka semua ditemukan dan ditembak. Para komplotan yang tidak pernah berhasil keluar dari kamp juga dieksekusi, demikian pula lima wanita dari pabrik persenjataan.