REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (11/10/2022) menyerukan Korea Utara (Korut) untuk menghentikan kegiatan yang meningkatkan ketegangan dan lebih baik menerima tawaran bantuan ekonomi. Permintaan Seoul dikeluarkan sehari setelah Pyongyang melakukan latihan nuklir taktis dan berjanji memperkuat kekuatan nuklirnya.
"Pemerintah mendesak Korea Utara sekali lagi untuk segera menghentikan provokasi tambahan dan menanggapi tawaran 'inisiatif berani' kami," kata seorang pejabat kementerian unifikasi seperti dikutip laman Yonhap, Selasa (11/10/2022).
Pernyataannya merujuk pada proposal Presiden Yoon Suk-yeol untuk membantu membangun kembali ekonomi Korut dengan imbalan langkah denuklirisasi. Pejabat tersebut menekankan bahwa pemerintah Korsel menganggap sangat serius latihan Korut yang menargetkan Seoul.
Ia mengatakan bahwa provokasi militer "ilegal" Korut tidak dapat dilakukan apalagi dibenarkan dengan cara apapun. "Pemerintah terus menutup mata terhadap Korea Utara, dan mengecam keras uji coba rudal balistik pendek dan menengah berturut-turut sebagai pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB dan provokasi serius yang meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea, serta mendesak Korea Utara untuk segera menghentikan (tindakan provokatif) berkali-kali," katanya.
Korut telah meningkatkan ketegangan di semenanjung dengan rentetan peluncuran rudal provokatif dalam beberapa pekan terakhir. Latihan Krout termasuk rudal balistik jarak menengah yang terbang di atas Jepang Selasa pekan lalu.
Pada Senin (10/10/2022), media resmi Korut Korea Central News Agency (KCNA) melaporkan bahwa pemimpin Korut Kim Jong-un memantau latihan unit operasi nuklir taktis untuk menilai pencegah perang dan kemampuan serangan balik nuklir. Hal ini dilakukan dalam menanggapi latihan militer bersama baru-baru ini oleh Korsel dan Amerika Serikat.