REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- NATO akan menggelar latihan pencegahan nuklir tahunan pada pekan depan. Latihan ini digelar di tengah meningkatnya ketegangan dengan Rusia atas perang di Ukraina.
Latihan yang dijuluki “Steadfast Noon”, diadakan setiap tahun dan biasanya berlangsung selama sekitar satu pekan. Dalam latihan itu, mereka melibatkan jet tempur yang mampu membawa hulu ledak nuklir, tetapi tidak melibatkan bom langsung. Termasuk jet konvensional bersama dengan pesawat pengintai dan pengisian bahan bakar.
Sebanyak 14 dari 30 negara anggota NATO akan bergabung dalam latihan tersebut. Seorang pejabat NATO mengatakan, bagian utama dari manuver dala latihan tersebut akan diadakan lebih dari 1.000 kilometer dari Rusia. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, latihan itu sudah lama direncanakan sejak Rusia melancarkan agresi di Ukraina.
“Tindakan NATO yang tegas dan cermat, serta kekuatan militer kita, adalah cara terbaik untuk mencegah eskalasi,” ujar Stoltenberg, dilansir Aljazirah, Rabu (12/10/2022).
Rusia telah mencaplok empat wilayah Ukraina dan mendeklarasikan mobilisasi ratusan ribu pasukan cadangan untuk menopang garda garis depan yang dipukul mundur oleh Ukraina. Presiden Vladimir Putin telah berulang kali mengisyaratkan bahwa dia dapat menggunakan senjata nuklir untuk membela negaranya, dan empat wilayah Ukraina yang baru saja dianeksasi.
Pada Selasa (11/10/2022). Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Moskow akan menggunakan senjata nuklir jika negara menghadapi kehancuran dan ancaman. Berbicara di televisi pemerintah, Lavrov menuduh Barat mendorong spekulasi palsu tentang senjata nuklir Rusia.
"Doktrin nuklir Rusia digunakan sebagai tindakan pembalasan eksklusif yang dimaksudkan untuk mencegah penghancuran Federasi Rusia, sebagai akibat dari serangan nuklir langsung atau penggunaan senjata lain yang meningkatkan ancaman bagi keberadaan negara Rusia," kata Lavrov.
NATO sebagai sebuah organisasi tidak memiliki senjata apapun. Senjata nuklir yang secara nominal terkait dengan NATO, tetap berada di bawah kendali tegas tiga negara anggota yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Stoltenberg memperingatkan bahwa, Rusia akan menerima konsekuensi besar jika mereka menggunakan senjata nuklir.
“Kami memantau dengan cermat kekuatan nuklir Rusia. Kami belum melihat perubahan apa pun dalam sikap Rusia, tetapi kami tetap waspada," kata Stoltenberg.