Jumat 14 Oct 2022 09:06 WIB

GCC Dukung Saudi Soal Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+

AS merupakan negara paling vokal yang mengkritik Saudi menyusul keputusan OPEC+.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Seorang fotografer mengambil gambar ladang minyak Khurais selama tur untuk wartawan, 150 km timur-timur laut Riyadh, Arab Saudi, 28 Juni 2021. Pengurangan produksi minyak ada di meja ketika negara-negara penghasil minyak OPEC bertemu Rabu. Aliansi OPEC+ yang mencakup Arab Saudi dan Rusia menimbang pemotongan satu juta barel per hari atau lebih. Idenya adalah untuk meningkatkan harga minyak yang telah jatuh dari tertinggi musim panas lebih dari 100 dolar AS menjadi sekitar 80 dolar AS untuk AS. mentah.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Seorang fotografer mengambil gambar ladang minyak Khurais selama tur untuk wartawan, 150 km timur-timur laut Riyadh, Arab Saudi, 28 Juni 2021. Pengurangan produksi minyak ada di meja ketika negara-negara penghasil minyak OPEC bertemu Rabu. Aliansi OPEC+ yang mencakup Arab Saudi dan Rusia menimbang pemotongan satu juta barel per hari atau lebih. Idenya adalah untuk meningkatkan harga minyak yang telah jatuh dari tertinggi musim panas lebih dari 100 dolar AS menjadi sekitar 80 dolar AS untuk AS. mentah.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mendukung dan berdiri di belakang Arab Saudi menyusul kritikan terhadap negara tersebut terkait sikapnya yang membela keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak plus mitra (OPEC+) memangkas produksi minyak.

“Pernyataan seperti itu (kritikan terhadap Saudi) tidak akan pernah mendistorsi fakta dan tidak akan pernah menghalangi Kerajaan (Saudi) untuk mempertahankan pendekatannya yang seimbang,” kata Sekretaris Jenderal GCC Dr. Nayef Falah al-Hajraf dalam sebuah pernyataan, Kamis (13/10/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.

Baca Juga

Dia memuji peran penting Saudi, baik di lingkup regional maupun internasional. Al-Hajraf pun berpendapat, Riyadh memiliki ketegasan untuk memastikan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Piagam PBB, serta kedaulatan suatu negara dihormati.

Al-Hajraf juga menggarisbawahi peran penting Saudi yang berkontribusi melindungi ekonomi dunia dari fluktuasi harga energi. Riyadh dinilai memastikan pasokannya “berdasarkan kebijakan seimbang yang mempertimbangkan kepentingan negara produsen dan konsumen”.

Amerika Serikat (AS) merupakan negara paling vokal yang mengkritik Saudi menyusul keputusan OPEC+ memangkas produksi minyak hingga 2 juta barel per hari (bph). Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengumumkan akan meninjau kembali hubungan dengan Saudi. “Kami sedang meninjau di mana kami berada; kami akan mengawasi dengan cermat, berbicara dengan mitra dan pemangku kepentingan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price, Selasa (11/10/2022) lalu.

Dia mengungkapkan, sebelumnya Biden telah berbicara tentang perlunya “mengkalibrasi ulang” hubungan dengan Saudi untuk melayani AS lebih baik. Menurut Price, posisi tersebut terbentuk menyusul langkah OPEC+ memangkas produksi minyak hingga 2 juta bph. “Prinsip panduan kami adalah memastikan bahwa kami memiliki hubungan yang melayani kepentingan kami. Ini bukan hubungan bilateral yang selalu melayani kepentingan kami,” ucap Price.

Sebelumnya AS pun menuding OPEC+ “bersekutu” dengan Rusia terkait pemangkasan produksi minyak. Sementara itu, Saudi membela keputusan OPEC+ memotong kuota produksi minyak. Riyadh membantah terdapat motif politis di balik langkah tersebut. “Keputusan OPEC+ murni ekonomi dan diambil dengan suara bulat oleh negara-negara anggota. Anggota OPEC+ bertindak secara bertanggung jawab dan mengambil keputusan tepat,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, Selasa lalu.

OPEC+ telah memutuskan untuk memangkas produksi minyak hingga 2 juta bph setelah mereka melangsungkan pertemuan di Wina, Austria, 5 Oktober lalu. Jumlah tersebut setara dengan dua persen dari pasokan global. Keputusan pemangkasan produksi diambil dengan pertimbangan untuk menanggapi kenaikan suku bunga di Barat dan ekonomi global yang lebih lemah.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement