Dalam pidato pada Juli 2021, Xi berbicara tentang pentingnya kesetaraan gender. Tetapi di sisi lain, Xi juga mengatakan, perempuan China harus menjadi "istri yang baik, dan ibu yang baik". Menurut Xi, mereka harus memikul "misi pada zaman mereka, menghubungkan masa depan dan takdir mereka dengan masa depan dan takdir ibu pertiwi".
Para ahli juga menunjukkan kemunduran yang lebih nyata bagi hak-hak perempuan. Otoritas Keaehatan Nasional pada Agustus mengatakan, China akan melarang aborsi yang tidak diperlukan secara medis. Larangan ini memicu kecaman di media sosial. Demikian pula, undang-undang baru yang memberlakukan periode pendinginan 30 hari setelah mengajukan perceraian. Aturan ini memicu kemarahan yang meluas, termasuk oleh kelompok-kelompok yang peduli terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
Aktivis feminis mendapatkan daya tarik di China pada tahun 2018. Mereka menggencarkan kampanye dengan tagae #MeToo. Namun gerakan ini dengan cepat dibatalkan oleh pemerintah. Berbagai macam acara maupun diskusi yang berkaitan dengan gerakan feminisme telah dibubarkan. Bahkan sejumlah aktivis ditangkap.
"Gerakan feminis saat ini sangat lemah dan tidak memiliki kebebasan untuk berkembang. Banyak gerakan sosial telah dibungkam dan perempuan tidak memiliki kehendak bebas," kata Lu Pin, seorang aktivis dan pendiri saluran media online China, Feminist Voices yang sekarang berbasis di New York.