REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis telah memulangkan 40 anak dan 15 wanita dari kamp-kamp di Suriah yang menahan anggota keluarga tersangka ekstremis ISIS. Ini menandai pemulangan terbesar dalam tiga bulan dan terjadi seminggu setelah pengadilan hak asasi Eropa mengutuk Prancis atas penolakannya untuk mengembalikan dua wanita yang ditahan di Suriah.
"Anak-anak di bawah umur telah dipindahkan ke layanan bantuan anak. Sementara orang dewasa telah diserahkan ke otoritas kehakiman," ujar Kementerian Luar Negeri Prancis, dilansir Alarabiya, Kamis (20/10/2022).
Sebelumnya pada Juli, Prancis menolak untuk memulangkan 35 anak dan 16 ibu dari kamp-kamp Suriah. Pemerintah Prancis telah lama menolak pemulangan massal ratusan anak-anak Prancis yang ditahan di kamp-kamp yang dikuasai Kurdi. Prancis menangani mereka berdasarkan kasus per kasus. Sikap Prancis ini dikritik oleh kelompok-kelompok hak asasi.
Pekan lalu, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengutuk Paris atas penolakannya untuk memulangkan dua perempuan dari Suriah. Pengadilan tidak mengeluarkan keputusan menyeluruh bahwa Prancis harus mengembalikan semua warga negara yang ditahan di Suriah sejak jatuhnya kekhalifahan ISIS.
Negara-negara Barat menghadapi dilema untuk menangani warganya yang ditahan di Suriah sejak berakhirnya operasi militer melawan ISIS pada 2019. Ribuan ekstremis di Eropa memutuskan untuk bergabung dengan kelompok ISIS sebagai pejuang. Mereka seringkali membawa istri dan anak-anak untuk tinggal di “kekhalifahan” di Irak dan Suriah.
Sebelum Juli, Prancis telah memprioritaskan keamanan di atas masalah kesejahteraan bagi warga yang ditahan di Suriah. Hal ini merujuk pada serangkaian serangan oleh ISIS, termasuk serangan pada November 2015 di Paris yang menewaskan 130 orang.