REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Australia telah bergabung dengan Global Methane Pledge, yakni sebuah upaya multilateral untuk mengurangi emisi metana global. Negeri Kanguru berkomitmen memangkas emisi metananya hingga 30 persen.
“Dengan bergabung dengan (Global Methane) Pledge, Australia akan bergabung dengan eksportir komoditas pertanian utama dunia lainnya, termasuk Amerika Serikat (AS), Brasil, dan Indonesia, dalam mengidentifikasi peluang untuk mengurangi emisi di sektor yang sulit dikurangi ini,” kata Menteri Perubahan Iklim Australia Chris Bowen, Ahad (23/10/2022).
Dia menjelaskan, untuk merealisasikan komitmen tersebut, pemerintah akan menyiapkan dana sebesar 1,91 miliar dolar AS. Dana tersebut diambil dari National Reconstruction Fund yang berjumlah 15 miliar dolar AS. Nantinya dana sebesar hampir 2 miliar dolar AS itu bakal digunakan Australia untuk mendukung teknologi rendah emisi dan pembuatan komponen serta pengurangan metana pertanian.
Menurut Bowen, meski bergabung dengan Global Methane Pledge, hal itu tak mengharuskan Australia hanya fokus pada pertanian atau mengurangi produksi pertanian atau peternakan. “Sebagai hasil dari penandatanganan (Global Methane) Pledge, Pemerintah Australia tidak akan membuat undang-undang atau memberlakukan pajak atau retribusi untuk mengurangi emisi ternak,” ucapnya.
Bowen berjanji, Australia akan terus bermitra dengan industri-industri terkait untuk mendekarbonisasi ekonomi, terutama di sektor energi dan limbah serta memanfaatkan limbah metana untuk menghasilkan listrik.
Global Methane Pledge yang dipimpin AS dan Uni Eropa berjanji memangkas emisi metana hingga 30 persen pada 2030. Upaya tersebut sekarang mencakup 60 persen produk domestik bruto global dan 30 persen emisi metana global. Lebih dari 100 negara telah bergabung dalam upaya multilateral yang bertujuan mengatasi perubahan iklim tersebut.