REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Beberapa perusahaan barang konsumsi terbesar dunia, termasuk PepsiCo, Mars, dan Nestle, hampir dipastikan meleset dari target untuk membuat kemasan plastik lebih berkelanjutan pada 2025. Studi oleh Ellen MacArthur Foundation dan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan pada Rabu (2/11/2022), beberapa perusahaan menggunakan lebih banyak plastik, meskipun berjanji untuk mengurangi penggunaannya.
Laporan itu muncul saat para anggota PBB akan bertemu di Uruguay bulan ini untuk memulai negosiasi tentang perjanjian plastik global pertama. Acara ini bertujuan untuk mengekang melonjaknya polusi limbah yang mencekik kehidupan laut dan mencemari makanan.
Beberapa anggota PBB mendorong pakta yang mencakup peningkatan target secara hukum dalam penambahan konten daur ulang kemasan. Upaya lain dengan mendukung penggunaan lebih sedikit plastik murni yang berasal dari minyak bumi. Aturan yang dibuat akan memiliki implikasi keuangan untuk barang-barang konsumen dan industri petrokimia.
Puluhan merek besar dalam beberapa tahun terakhir telah menetapkan target untuk meningkatkan daur ulang plastik dan mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai. Upaya ini dilakukan dalam kemitraan dengan Ellen MacAurthur Foundation sebagai bagian dari upaya untuk memoles kredensial hijau perusahan.
Janji utama adalah bahwa 100 persen kemasan plastik akan dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, atau dapat dibuat kompos pada 2025. Hanya saja, menurut laporan terbaru itu, tujuan ini hampir pasti akan dilewatkan oleh sebagian besar perusahan itu.
Nestle mengatakan, target ini terhambat oleh kurangnya infrastruktur daur ulang pemerintah secara global. Mereka mengklaim telah mengurangi jumlah plastik murni yang digunakannya sebesar delapan persen sejak 2018.
Sedangkan Mars mengatakan, sedang membuat kemajuan dalam menangani sampah plastik dan menginvestasikan ratusan juta dolar untuk mendesain ulang ribuan komponen kemasan. Sedangkan Pepsi dan Coca-Cola tidak menanggapi permintaan berkomentar atas laporan itu.
Greenpeace mengatakan, laporan itu adalah bukti target perusahaan secara sukarela telah gagal. Organisasi ini meminta PBB untuk membuat perjanjian yang memaksa pemerintah dan perusahaan untuk menggunakan lebih sedikit kemasan plastik sekali pakai.
"Ini menggarisbawahi perlunya pemerintah memastikan bahwa perjanjian plastik global ... memberikan pengurangan besar dalam produksi dan penggunaan plastik," kata Pemimpin Proyek Plastik Global Greenpeace AS Graham Forbes.