Jumat 04 Nov 2022 09:04 WIB

Scholz Dianggap Sedang Menguji Hubungan Dengan China

Sikap Jerman ke China paling lunak dibandingkan negara-negara anggota NATO

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Kanselir Jerman Olaf Scholz menguji hubungan Barat dengan China dengan melakukan kunjungan ke negara tersebut
Foto: AP/Markus Schreiber
Kanselir Jerman Olaf Scholz menguji hubungan Barat dengan China dengan melakukan kunjungan ke negara tersebut

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Kanselir Jerman Olaf Scholz tiba di China dalam kunjungan pertama pemimpin Barat ke Negeri Tirai Bambu. Ia akan melakukan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping. Direktur Kajian Studi Eropa di Renmin University, Wang Yiwei mengatakan Scholz menguji hubungan Barat dengan China.

"Ini menguji hubungan China dan Jerman, Eropa, bahkan Barat, bila kunjungan ini berhasil, (Presiden Prancis Emmanuel) Macron akan datang satu bulan kemudian," kata Wang, Jumat (4/11/2022).

Baca Juga

Sumber mengatakan Macron mengajak Scholz datang ke Beijing bersama-sama ke Beijing untuk mengirimkan sinyal persatuan Eropa. Tapi Scholz menolak tawaran itu.

Kunjungan Scholz dilakukan setelah Berlin memberi lampu hijau pada China untuk membeli saham pelabuhan Hamburg. Meski ada penolakan dari mitra-mitra koalisi pemerintah dan kekhawatiran dari Amerika Serikat.

Profesor hubungan internasional Renmin University Shi Yinhong. mengatakan alasan Jerman melunakkan kebijakannya pada China karena situasi ekonominya yang sedang mengalami inflasi tertinggi dan diambang resesi. Sikap Jerman ke China paling lunak dibandingkan negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) lainnya.

Sumber dari pemerintah Jerman mengatakan Scholz membawa delegasi dari bisnis seperti Chief Executives Officer Volkswagen, BMW dan Siemens dalam kunjungan ini. Tapi tidak rencana untuk membuat kesepakatan dengan perusahaan-perusahaan itu.

Ketua Partai Hijau Jerman Omid Nouripour mengatakan Scholz harusnya membawa orang-orang dan organisasi yang dilarang masuk ke China.

"Selain untuk pertukaran ekonomi yang diperlukan, perlu ada kecaman yang jelas pada pembatasan hak asasi manusia dan strategi untuk mengurangi ketergantungan pada wilayah yang penting," kata Nouripour seperti dikutip Funke Media Group.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement