Sabtu 12 Nov 2022 00:39 WIB

PBB Adopsi Resolusi Tolak Akui Pemerintahan Taliban di Afghanistan

Pengakuan dilakukan bila Taliban menerapkan penghormatan terhadap HAM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Kapal NYPD dan Coast Guard berpatroli di East River di luar markas besar PBB, Rabu, 21 September 2022, di New York. Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi yang menyatakan bahwa PBB tidak akan mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan, Kamis (10/11/2022).
Foto: AP/Julia Nikhinson
Kapal NYPD dan Coast Guard berpatroli di East River di luar markas besar PBB, Rabu, 21 September 2022, di New York. Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi yang menyatakan bahwa PBB tidak akan mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan, Kamis (10/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi yang menyatakan bahwa PBB tidak akan mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan, Kamis (10/11/2022). Hal itu hanya akan dilakukan jika kelompok tersebut menerapkan penghormatan hak asasi manusia (HAM), termasuk untuk kaum perempuan dan minoritas.

Resolusi tersebut dirancang oleh Jerman dan disponsori bersama oleh 59 negara. Resolusi itu memaparkan keprihatinan atas kondisi di Afghanistan pasca pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus 2021. Afghanistan tak hanya menghadapi krisis ekonomi, tapi juga krisis sosial dan kemanusiaan yang mengerikan.

Baca Juga

Resolusi pun menyerukan Taliban untuk menghormati HAM, termasuk untuk kaum perempuan dan kelompok minoritas di Afghanistan. Mereka harus memperoleh akses setara ke pendidikan, partisipasi politik, kehidupan publik, dan peluang ekonomi.

Sebanyak 116 negara memutuskan mendukung resolusi yang disusun Jerman. Sementara 10 negara lainnya, termasuk Cina dan Rusia, memutuskan abstain. Kedua negara itu khawatir teks dalam resolusi itu “tidak seimbang”. Karena mayoritas dari 193 negara anggota di Majelis Umum PBB menyatakan mendukung, resolusi tersebut akhirnya diadopsi.

"Resolusi ini merupakan seruan yang jelas untuk menghormati, melindungi dan memenuhi HAM, mengembangkan pemerintahan yang inklusif dan memerangi terorisme," kata Duta Besar Jerman untuk PBB Antje Leendertse, dilaporkan Anadolu Agency.

Dia menegaskan, tanpa adanya realisasi hal-hal yang diminta dalam resolusi, pengakuan terhadap pemerintahan Taliban di Afghanistan tidak akan diberikan. “Keterlibatan dengan Taliban harus tetap dibatasi dalam langkah dan ruang lingkup, berdasarkan prinsip,” ujar Leendertse.

Pada Agustus lalu, Taliban menyerukan masyarakat internasional untuk mengakui mereka sebagai representasi pemerintahan yang sah di Afghanistan. Seruan itu disampaikan saat Taliban memperingati satu tahun penarikan total pasukan AS dari negara tersebut. 

“Pengalaman selama 20 tahun terakhir dapat menjadi panduan yang baik. Segala jenis tekanan serta ancaman terhadap rakyat Afghanistan dalam 20 tahun terakhir telah gagal dan hanya meningkatkan krisis,” kata Taliban dalam sebuah pernyataan, 31 Agustus lalu.

Taliban pun menegaskan bahwa Imarah Islam adalah pemerintahan yang sah dan perwakilan dari rakyat Afghanistan. Imarah Islam adalah nama yang diberikan Taliban untuk pemerintahan mereka setelah berhasil merebut kembali Afghanistan pada 15 Agustus tahun lalu.

AS menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada 30 Agustus 2021. Pasukan Negeri Paman Sam sudah beroperasi selama 20 tahun di Afghanistan, tepatnya pasca serangan teror terhadap gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2001. Sebelum Taliban kembali berkuasa, AS merupakan sekutu utama pemerintahan Afghanistan dalam memerangi Taliban.

Hingga kini, belum ada satu pun negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Belum diperlihatkannya komitmen untuk memenuhi hak dasar warga Afghanistan, khususnya kaum perempuan, dinilai menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat internasional belum memberi pengakuan kepada Taliban.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement