REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, meski relasi bilateral dibekap ketegangan, negaranya tetap membuka jalur komunikasi dengan China. Biden diagendakan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Bali pada 15-16 November mendatang.
“Saya tahu Xi Jinping. Saya menghabiskan lebih banyak waktu dengannya daripada pemimpin dunia lainnya. Saya selalu berdiskusi langsung dengannya. Tidak pernah ada kesalahan perhitungan tentang di mana masing-masing dari kita berdiri,” kata Biden kepada awak media di sela-sela KTT ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (13/11/2022).
Baru-baru ini Biden mengungkapkan, dia tidak ingin membuat konsesi mendasar apa pun ketika bertemu Xi. Biden hanya ingin ia dan Xi menetapkan “garis merah” mereka serta menyelesaikan isu-isu yang selama ini membuat kedua negara berselisih.
Sejak dilantik sebagai presiden AS pada Januari 2021, Biden telah melakukan lima kali percakapan via telepon dan konferensi video dengan Xi. Mereka terakhir kali bertemu secara tatap muka saat Biden masih menjabat sebagai wakil presiden AS pada masa pemerintahan mantan presiden Barack Obama.
Akhir bulan lalu, Xi Jinping mengatakan, China dan AS harus menemukan cara untuk akur. Menurutnya, hal itu penting dalam rangka menjaga perdamaian dan pembangunan dunia.
Dalam ucapan selamat kepada Komite Nasional Hubungan AS-China, Xi mengungkapkan, saat ini dunia sedang tenang dan sentosa. “Sebagai kekuatan besar, memperkuat komunikasi serta kerja sama antara China dan AS akan membantu meningkatkan stabilitas dan kepastian global, serta mempromosikan perdamaian dan pembangunan dunia,” kata Xi, 27 Oktober lalu, dilaporkan China Central Television (CCTV).
Xi menekankan, China bersedia bekerja dengan AS untuk saling menghormati dan hidup berdampingan secara damai. “Melakukan hal itu tidak hanya akan baik untuk kedua negara, tapi juga bermanfaat bagi dunia,” ucapnya.
Xi Jinping baru saja mengamankan masa jabatannya sebagai presiden China untuk lima tahun ke depan. Saat masa jabatannya usai, dia akan tercatat memimpin Negeri Tirai Bambu selama 15 tahun. Xi dipandang sebagai sosok terkuat dan paling berpengaruh setelah Mao Zedong.
Terkait AS, selama beberapa tahun terakhir China terlibat perselisihan cukup dalam dengannya. Isu yang membuat kedua negara berseberangan antara lain dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Xinjiang, persengketaan klaim di Laut China Selatan, dan status Taiwan.
Awal bulan ini pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan bahwa China adalah satu-satunya pesaing AS. Beijing dipandang berniat membentuk ulang tatanan internasional. Hal itu dilakukan dengan penguatan ekonomi, militer, teknologi, dan relasi diplomatik.