Rabu 16 Nov 2022 19:15 WIB

Warga Beijing Marah karena Terus-terusan Lockdown

Warga China marah karena lockdown yang tak kunjung usai

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Orang-orang yang memakai masker wajah berkumpul di dekat pintu masuk toko yang memajang poster pudar yang mempromosikan vaksinasi COVID-19 di Beijing, Rabu, 26 Oktober 2022. Kota Shanghai di China mulai memberikan vaksin COVID-19 yang dapat dihirup pada hari Rabu di tempat yang tampak seperti sebuah dunia pertama.
Foto: AP/Andy Wong
Orang-orang yang memakai masker wajah berkumpul di dekat pintu masuk toko yang memajang poster pudar yang mempromosikan vaksinasi COVID-19 di Beijing, Rabu, 26 Oktober 2022. Kota Shanghai di China mulai memberikan vaksin COVID-19 yang dapat dihirup pada hari Rabu di tempat yang tampak seperti sebuah dunia pertama.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Ambisi nol-Covid-19 China membuat warga di sejumlah wilayah frustasi karena pembatasan yang diberlakukan. Aksi protes pecah karena kemarahan warga pada penguncian yang tak kunjung usai di distrik kota selatan Guangzhou Senin malam lalu.

Video yang diunggah secara online menunjukkan kerumunan orang di distrik Haizhu. Kawasan tersebut dikenal sebagai rumah bagi banyak orang yang bekerja di industri tekstil. Mereka terlihat menekan penghalang Covid-19 dan membanjiri jalan-jalan. Beberapa terlihat memprotes dengan pekerja berpakaian hazmat putih yang biasanya mengawasi karantina massal.

Di antara wabah terbaru di China, Guangzhou adalah yang terbesar. Kasus harian baru mencapai 5.000 untuk pertama kalinya dan meningkatnya kekhawatiran bahwa penguncian lokal dapat melebar.

Twitter diblokir di China dan beberapa tagar yang terkait dengan topik "kerusuhan" di daerah itu dihapus dari Weibo yang mirip Twitter di China pada Selasa pagi. Baik pemerintah kota Guangzhou maupun polisi provinsi Guangdong tidak menanggapi permintaan dari kantor berita Reuters untuk memberikan komentar.

“Keadaan cukup tegang tadi malam. Semua orang memastikan pintu mereka terkunci,” kata seorang warga Guangzhou yang menggunakan nama Chet, seperti dikutip laman Aljazirah, Rabu (16/11/2022).

Ia tinggal sekitar satu kilometer dari tempat protes berlangsung. Dia mengatakan kepada grup obrolan lokal Reuters mengenai aksi proters ini dan beranda media sosial telah dibanjiri dengan video dan gambar dari aksi protes tersebut.

"Ketika ini terjadi begitu dekat dengan saya, saya merasa itu sangat mengecewakan. Saya tidak bisa tidur tadi malam setelah menonton foto/video itu,” kata Chet, yang kompleks perumahannya telah dikunci selama sekitar 20 hari.

Kota-kota utama termasuk Chongqing dan Zhengzhou juga telah terperangkap dalam wabah. Pekan lalu, China mengumumkan pengujian akan lebih fokus, daripada pengujian PCR massal saat ini, dan mengindikasikan beberapa kebijakan Covid yang ketat akan dilonggarkan. Ini pun meningkatkan harapan untuk berakhirnya nol-Covid.

Namun pada pengumuman Rabu, kampus utama Universitas Peking di Beijing telah diberlakukan lockdown. Mahasiswa dan staf di universitas diberitahu bahwa mereka tidak akan diizinkan meninggalkan halaman kecuali benar-benar diperlukan dan kelas dipindahkan secara online di satu kampus hingga Jumat. Langkah itu menyusul ditemukannya satu kasus Covid-19.

Beijing melaporkan lebih dari 350 kasus baru Covid-19 dalam periode 24 jam terakhir, Rabu. Angka ini sebagian kecil dari 21 juta populasinya tetapi cukup untuk memicu penguncian dan karantina lokal. Secara nasional, ada lebih dari 20 ribu kasus, naik dari sekitar 8.000 seminggu yang lalu dan terbesar sejak April.

Pihak berwenang telah berangsur mengurangi penguncian seluruh kota dan melonggarkan beberapa pembatasan, terutama pada pengujian dan perjalanan. Pemerintah mencoba untuk meminimalkan dampak dari kebijakan nol-Covid  pada kehidupan masyarakat dan ekonomi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement